Judul
Buku: Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah
Penulis:
Ivan Illich
Penerjemah:
A. Sonny Keraf
Penerbit:
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Cetakan:
Pertama, Agustus 2000
Tebal:
xii + 166 halaman
Benarkah sekolah adalah satu-satunya lembaga
yang memiliki otoritas dalam bidang pendidikan bagi masyarakat? Benarkah orang
yang tidak bersekolah identik dengan predikat tak berpendidikan?
Ivan Illich melalui buku yang semula
berjudul Deschooling Society ini
jelas-jelas mengatakan bahwa anggapan mengenai sekolah sebagai satu-satunya
lembaga pendidikan adalah bias dari kehidupan kapitalis yang telah merasuk
dalam kesadaran masyarakat. Menurut Illich, sekolah adalah fenomena modern yang
lahir seiring dengan perkembangan masyarakat industri kapitalistik. Konspirasi
terselubung antara pendidikan dan kapitalisme ini juga tak lepas dari dukungan
pemerintah (kekuasaan) sehingga daya hegemonik yang diciptakannya menjadi cukup
massif.
Struktur masyarakat industri menurut
Illich telah menyeret kesadaran masyarakat kepada dependensi institusional
dalam banyak hal. Masyarakat selalu dan hanya mengaitkan pendidikan dengan
sekolah, pelayanan kesehatan dengan rumah sakit, mobilitas pribadi dengan
frekuensi aktivitas yang banyak, dan seterusnya. Inilah fenomena ketika
kebutuhan-kebutuhan non-material dalam spektrum masyarakat kapitalis telah
diubah menjadi permintaan terhadap barang, yang tentu saja berada dalam
jaringan sistem kapitalisme.
Ketergantungan masyarakat terhadap
institusi sekolah untuk memperoleh pendidikan ini menurut Illich merupakan
suatu bentuk pelembagaan nilai yang mau tidak mau pada akhirnya menimbulkan
polusi fisik, polarisasi sosial, dan ketidakberdayaan psikologis. Definisi dan
label-label sosial diciptakan dalam kerangka hubungannya dengan lembaga
sekolah.
Di Meksiko misalnya kaum miskin dirumuskan
sebagai orang yang tidak menempuh pendidikan sekolah tiga tahun, dan di New
York orang miskin adalah orang yang berpendidikan di bawah dua belas tahun.
Patokan-patokan kemiskinan dibuat oleh teknokrat dengan sesuka hatinya, dengan
melulu menggunakan perspektif mereka suatu perspektif yang bias kaum borjuis.
Pada level internasional, kewajiban
bersekolah di suatu negara dan pencapaian pelaksanaannya dalam masyarakat
dijadikan sebagai salah satu pertimbangan peringkat kemajuan negara. Jadilah
masyarakat dibagi ke dalam kutub-kutub berseberangan yang dalam konteks global
menciptakan sistem kasta internasional.
Padahal, menurut Illich, sekolah dalam
lingkungan kapitalis sama sekali tidak mengembangkan kegiatan belajar atau
mengajarkan keadilan, sebab sekolah lebih menekankan pengajaran menurut
kurikulum yang telah dipaket untuk memperoleh sertifikat. Sertifikat ini
nantinya akan digunakan sebagai alat legitimasi bagi individu untuk memainkan
perannya dalam pasar kerja yang tersedia.
Hal ini terjadi karena sekolah adalah
lembaga yang dibangun atas dasar anggapan bahwa kegiatan belajar adalah hasil
dari kegiatan mengajar. Guru dianggap sebagai pengawas, pengkhotbah, sekaligus
ahli terapi untuk memberi petuah-petuah moral. Jadilah guru tidak hanya sebagai
pengajar, tetapi juga berfungsi sebagai ideolog, hakim, dan dokter, yang
memerkosa masa depan peserta didik.
Kehadiran sekolah juga telah membatasi
usia seseorang dengan tingkat pendidikan yang dapat diikutinya. Masa
kanak-kanak, remaja, dewasa, dan orang tua dibagi dan dipaket untuk tingkat
pendidikan tertentu. Seorang anak-anak menurut Illich melewati suatu proses
konflik yang tidak manusiawi ketika oleh sistem masyarakat diharuskan masuk
dalam lembaga sekolah. Anak-anak terpaksa melewati masa kecilnya dengan kurang
bahagia.
Kondisi pendidikan yang sedemikian itu
bagi Illich telah mengabaikan motivasi tiap individu bagi aktivitas pendidikan
yang diikutinya, dan memasukkan individu ke dalam struktur mekanis kebutuhan
industri terhadap posisi-posisi tertentu masyarakat kapitalis. Pendidikan hanya
menjadi pelayan kapitalisme.
Untuk itu, Illich mengusulkan bahwa
lembaga pendidikan (formal) baru yang ideal adalah lembaga yang bertolak dari
asumsi motivasi pribadi untuk belajar, serta adanya ketersediaan dan akses
terhadap sarana bagi semua orang yang ingin belajar dan mengajar.
Usul Illich tersebut berpusat pada upaya
pemanfaatan jaringan-jaringan sumber daya pendidikan untuk dapat dimanfaatkan
secara maksimal. Berbagai fasilitas umum yang dapat digunakan sebagai perangkat
pendidikan harus dibuka aksesnya bagi semua orang yang ingin belajar:
perpustakaan, laboratorium, museum, teater, pabrik, dan sebagainya. Birokrasi
ketat harus dienyahkan sehingga jasa referensial yang dimiliki sarana-sarana
itu dilepas untuk kepentingan pendidikan seluas-luasnya.
Orang-orang yang memiliki keterampilan
khusus dimanfaatkan secara baik dengan menghapuskan persyarakatan kelembagaan
serta membiarkan mereka mengolah dan mempertukarkan keterampilannya dalam suatu
komunitas yang lebih terbuka. Seorang pemilik keterampilan tertentu tak boleh
diasingkan sehingga menjadikan suatu keterampilan tertentu menjadi langka.
Peserta didik juga diberi kesempatan untuk
memperluas hubungan-hubungan sosial dengan sesamanya (teman sebaya). Mereka
tidak hanya dikumpulkan dan dipertemukan di sekolah, tetapi diberi kesempatan
pula untuk menjalin kontak dengan individu lain yang memiliki minat dan
kecenderungan yang serupa. Di sinilah makna penting dari komunitas atau
organisasi di luar sekolah yang menampung minat dan hobi yang bersifat khusus.
Lebih jauh lagi, peserta didik dibebaskan
dari harapan-harapan yang terlalu berlebihan dengan menggantungkan masa
depannya kepada jasa-jasa profesi manapun (sekolah). Peserta didik sebaiknya
lebih dibebaskan menurut motivasi dan keinginannya untuk membentuk lingkungan
belajar dan arah belajar yang diinginkan sehingga otonomi individu benar-benar
terjaga.
Kritik dan pemikiran Ivan Illich ini
menarik terutama dalam konteks pembangunan suatu bangsa. Sudah saatnya untuk
disadari bahwa otoritas pendidikan tidak hanya dimiliki oleh lembaga sekolah,
tetapi juga berada dalam setiap sisi kehidupan masyarakat. Karena itulah,
pemberdayaan pendidikan sebenarnya dapat dilakukan di mana saja, asal semua
sumber daya tersebut dibebaskan seluruhnya demi dikelola bagi kepentingan
pendidikan.
Revolusi Budaya yang diinginkan Illich
adalah dengan melepas mitos sekolah dan lembaga sosial lainnya yang berperan
terlalu dominan dalam kehidupan masyarakat saat ini, sehingga akhirnya mendikte
laju kehidupan individu dan membelenggu aktivitas dan otonomi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar