
KEHIDUPAN AWAL MANUSIA INDONESIA
Untuk SMA-MA/SMK Kelas X
![]() |
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
PAULINUS YANTO

KEHIDUPAN AWAL MANUSIA INDONESIA
Untuk SMA-MA/SMK Kelas X
![]() |
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun Terbit : 2013-12-13

KEHIDUPAN AWAL MANUSIA INDONESIA
Untuk SMA-MA/SMK Kelas
BAB I
CORAK KEHIDIPAN
MASA PRAAKSARA
MASA PRAAKSARA

Masa praaksara merupakan masa manusia sebelum mengenal tulisan. Pada masa ini kehidupan manusia masih sangat primitif. Namun, manusia praaksara tetaplah mkhluk hidup. Mereka hidup, bergerak, dinamis, berpikir, bahkan memiliki berbagai macam kebutuhan seperti halnya kita. Perbedaannya, kehidupan mereka masing sangat primitive sehingga dengan segala keterbatasannya mereka melakukan segala aktivitas dengan sangat sederhana. Bagaimana mereka memenuhi kebutuhan dan bertahan hidup? Mari kita pelajari bersama pada bab ini.
A. Teknologi Tertua di Indonesia
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, menunjukkan bahwa jenis alat batu merupakan hasil teknologi yang tertua, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa jenis alat yang terbuat dari kayu atau tulang juga merupakan alat yang digunakan pada waktu itu. Masalahnya kedua jenis alat ini merupaka alat-alat yang terbuat dari bahan yang mudah rusak, sehingga kedua jenis peralatan ini tidak ada yang dapat bertahan lama. Berdasarkan penelitian eksperimental, pembuatan alat batu menggunakan berbagai cara atau teknik. Alat-alat batu yang sederhana, pada umumnya dibuat dengan memukulkan atau pemangkasa langsung (direct percussion), yaitu melakukan pemukulan langsung dari alat pemukul terhadap bahan alatnya. Sedangkan pada alat-alat yang lebih maju, diterapkan teknik yang dianggap lebih baik, yaitu dengan menggunakan alat perantara (indirect percussion). Pada teknik ini, bahan pembuatan alat diletakkan diatas pada dataran pukul da alat perantara inilah yang dipukul deng pemukul.
1. Direct Percussion
Ini dilakukan dengan cara pemangkasan langsung, teknik ini mempunyai 3 cara yaitu.
a) Hammer Flaking dilakukan dengna cara pemangkasan bebas langsung, artinya alat batu pada tangan yang satu dipukul dengan alat batu ditangan yang lain.
b) Bipolar Technique dilakukan dengan cara meletakan alat bahan pada sebuah landasan yang biasanya lebih besar.
c) Anvil Technique dilakukan dengna cara memukulkan alat bahan pada sebuah landasan, teknik ini juga disebut teknik melandas.
2. Indirect Percussion
Teknik ini dianggap sebagai teknik yang lebih modern, karena teknik ini dilakukan dengan cara pemukulan tidak langsung atau melalui perantara. Cara melakukan teknik ini, bahan alat diletakkan kemudian alat perantara yang biasanya berupa tulang atau tanduk diletakkan pada bidang pukul, kemudian baru dipukul dengan alat lain pada tulang tersebut.
B. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
- Kehidupan Sosial-Ekonomi
Aktivitas berburu dan mengumpulkan makanan (meramu) makanan telah ada sejak manusia praaksara muncul di permukaan bumi. Aktivitas ini merupakan hal yang paling sederhana yang bisa dilakukan manusia ketika itu. Mereka tinggal mengambil makanan secara langsung dari alam dengan berburu dan mengumpulkan makanan atau disebut food gathering.
Manusia atau masyarakat yang berkembang pada tahap ini memilih tinggal di dataran-dataran rendah dan dekat dengan sumber air. Mereka selalu berpindah-pindah secara berkelompok dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Mereka belum memiliki rumah sebagai tempat tinggal yang permanen. Kehidupan seperti ini menyebabkan meeka sedikit menghasilkan barang-barang kebudayaan.
- Kehidupan Budaya
Hasil kebudayaan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan hanyalah berupa alat-alat yang terbuat dari batu, tulang, dan kayu. Namun, karena tulang dan kayu merupakan benda yang mudah rapuh, jadi yang ditemukan lebih banyak peniggalan dari batu. Alat-alat yang ditemukan pada masa berburu ini masih berbentuk sederhana, yaitu masih kasar. Penemuan alat dari abut ditemukan oleh Von Koenigswald di Pacitan, Jawa Timur pada tahun 1935. Alat yang ditemukan, yaitu kapak perimbas, kapak genggam, dan kapak penetak. Kapak perimbas tidak memiliki tankai dan digunakan dengan cara menggenggam. Selain di Pacitan, oleh ahli lainnya ditemukan pula di Gombang, Ciamis, Sukabumi, Bengkulu, Lahat, Bali, dan Flores. Kapak Genggam, bentuknya hamper seupa dengan kapak perimbas, namun ukurannya lebih kecil. Kapak penetak, bentuknya hapir sama dengan kapak perimbas, namun kebalikan dari kapak genggam, yaitu lebih besar dari kapak perimbas. Kapak genggam dan kapak penetak hampir ditemukan di seluruh Indonesia.
Budaya alat batu Pacitan, yang kemudian dikenal dengn Pacitanian, oleh von Koenigswald dimasukan dlam tradisi alat batu Chellean, yaitu tradisi alat batu ayng berkembang pada mas Paleolitik di Eropa. Akan tetapi pendapat ini ditentang oleh Movius, yang melakukan penelitian terhadap alat-alat batu sejenis di wilayah Asia Timur. Movius berpendapat bahwa alat-alat batu ini memiliki ciri khusus yang hanya berkembang di Asia Timur dan Selatan. Oleh karenanya, Movius memasukkan kebudayaan Pacitan ini kedalam budaya alat batu yang disebut Chopper-Chopping Toll Compleks, yang diantaranya menghasilkan alat berupa.
a) Kapak perimbas (Chopper) alat ini memiliki ciri-ciri bagian tajam melengkung cembung atau lurus, dengan pemangkas satu sisi (monofasial), dan sebagian masih diliputi dengan kulit batu (cortex). Alat semacam ini yang kecil disebut serut genngang.
b) Kapak penetak (Chopping) alat yang dibuat dengan pemangkasan dua sisi (bifasial), sehingga membentuk tajaman yang berliku.
c) Pahat genggam (hand-axe) alat ini dinentuk mendekati segi empat, dengan tajaman disiapkan dengan memangkas menuju satu sisi.
d) Proto kapak genggam (proto hand-axe) bentuk alat ini cenderung meruncing bagian dengan bagian pegangan masih banyak diliputi kulit batu. Pemangkasan dilakukan dari satu sisi, dan bagian besar dibuat dari serpihan batu besar.
- Kehidupan Kepercayaan
Kepercayaan diduga telah muncul pada masyarakat masa berburu dan mengumpulkan makanan. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya bukti-bukti tentang penguburan yang ditemukan di Gua Lawa, Sampung Ponorogo, Jawa Timur; Gua Sodong, Besuki, Jawa Timur; dan di Bukit Kerang Aceh Tamiang. Diantara mayat-mayat yang dikubut ada yang ditaburi cat merah. Diperkirakan cart merah ini berhubungan dengan upacara penguburan dengan maksud memberikan kehidupan baru di alam baka. Selain itu ditemukan pula lukisan-lukisan cap-cap tangn dengan latar belakangcat merah di dinding Gua Leang Pattae, Sulawesi Selatan. Menurut para ahli, hal ini mungkin mengandung arti kekuatan atau simbol kekuatan pelindung untuk mencegah roh-roh jahat. Lukisan gua juga ditemukan di Pulau Seram dan Papua. Kedua tempat ini ditemukan lukisan kadal. Lukisan ini diperkirakan mengandung arti lambang kekuatan magis, yaitu sebagai penjelmaan roh nenek moyang atau kepala suku yang sangat mereka hormati. Kepercayaan-kepercayaan yang pernah berkembang di Indonesia pada masa ini seperti:
a) Animisme
Animisme adalah kepercayaan terhadap roh yang mendiami semua benda. Manusia purba percaya bahwa roh nenek moyang masih berpengaruh terhadap kehidupan di dunia. Mereka juga memercayai adanya roh di luar roh manusia yang dapat berbuat jahat dan berbuat baik. Roh-roh itu mendiami semua benda, misalnya pohon, batu, gunung, dsb. Agar mereka tidak diganggu roh jahat, mereka memberikan sesaji kepada roh-roh tersebut.
b) Dinamisme
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup. Mereka percaya terhadap kekuatan gaib dan kekuatan itu dapat menolong mereka. Kekuatan gaib itu terdapat di dalam benda-benda seperti keris, patung, gunung, pohon besar, dll. Untuk mendapatkan pertolongan kekuatan gaib tersebut, mereka melakukan upacara pemberian sesaji, atau ritual lainnya.
c) Totemismi
Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap suci dan dipuja karena memiliki kekuatan supranatural. Hewan yang dianggap suci antara lain sapi, ular, dan harimau.
d) Politeisme
Politeisme Adalah kepercayaan kepada dewa-dewa. Tujuan beragama dalam politeisme bukan hanya memberi sesajen atau persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa kepada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan.
e) Teisme
C. Masa Bercocok Tanam
Gambaran tentang kehidupan dan kebudayaan manusia masa bercocok tanam di dasarkan terhadap peniggalan-peniggalan yang ditemuakan. Pada masa ini, ada tanda-tanda cara hidupa menetap disuatu perkampungan yang terdiri atas tempat tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok oleh beberapa keluarga. Populasi mulai meningkat dan kegiatan-kegiatan dalam kehidupan perkampungan yang terutama ditujukan untuk mencukupi hidup bersama, mulai diatur dan dibagi antar anggota masyarakat. Selain segi teknologi dalam menghasilkan benda-benda untuk keperluan sehari-hari, seperti pakaian, gerabah dan alat-alat kerja mulai ditingkatkan, maka unsur kepercayaan dalam kehidupan perkampungan mulai memainkan peranan penting. Unsur kepercayaan ini sangat erat berhubungan dengan keinginan untuk meningkatkan sertan mempertahankan kesejahteraan hidup bersama. Masa bercocok tanam merupakan masa revolusi kebudayaan manusia pertama kalinya. Pernyataan ini didukung dengan dimulainya kehidupan yang benar-benar menetap, dan manusianya sudah benar-benar menghasilkan makanan sendiri (tidak sering melakuakan perburuan). Berdasarkan persebaran temuan alat-alat yang diduga berasal dari masa ini, wilayah Indonesia yang telah ditempati manusiapendukung masa bercocok tanam sangat luas. Meskipun demikian, untuk menentukan situs pada yang benar-benar berasal dari masa ini cukup sulit, oleh karena.
- Penigglan pada masa ini sebagian besar merupakan temuan permukaan.
- Daerahnya trsebar diberbagai tempat, dan berdasarkan stratigrafi tanahnya tidak tampak jelas pembedanya.
- Situs yanmg diduga pada mas bercocok tanam hingga kini masih ditempati, sehingga penelitian mendalam sulit dilakukan.
- Bangunan tempat tinggal (rumah), diduga dibuat dari bahan yang mudah rusak, sehingga sulit sekali untuk memperloh gambaran bentuk rumah tersebut. Salah satu jalan untuk merekonstruksi bentuk rumah adalah dengan studi ethnografi terhadap suku-suku bangsa yang masih sangat sederhana, atau dengan cara membandingkan dengan bentuk rumah yang terdapat pada nekara atau peniggalan yang lain.
Secara umum ciri kehidupan maa bercocok tanam ditandai dengan:
- Tingkst kehidupan sudah food producing
- Sudah ada usaha menjinakkan binatang (babi, ayam, anjing)
- Mulai hidup menetap dengan masyarakat yang teratur
- Adanya usaha untuk mengupam peralatan
- Industry gerabah mulai muncul
- Mulai mengenal perhiasan (sebagai status sosial)
- Mulai mengenal anyaman (termasuk pakaian)
- Penghormatan nenek moyang mulai berkembang (terutama perawatan jenazah/ adat penguburan)
Sedangkan hasil budaya artefak yang dihasilakan manusia pendukung masa ini adalah:
1. Beliung persegi/kapak persegi. Alat ini dinamaka demikian karena memiliki penampang lintang yang demikian (Geldern, 1936:26-38. Pada seluruh permukaan alat ini sudah dihaluskan kecuali pada bagian tangkainya. Bidang tajam dipangkas satu sisi. Tempat pembuatan alat ini disebut bengkel. Belliung persegi memiliki fungsi praktis seperti mengolah tanah, tukang dsb. Fungsi religious sebagai alat kubur dan perlengkapan upacara, dan fungsi ekonomis (sebagai alat tukar). Jenis kapak ini banyak ditemukan di Indonesia bagian barat, seperti Kalumpang, Limbasari.
2. Kapak Lonjong. Secara tekno-morfologis, tradisi kapak lonjong ini diduga lebih tua dari kapak persegi. Kapak jenis ini umumnya lonjong, denganpangkal agak runcing, dan melebar pada bagian tajamnya. Bagian tajamnya diasah pada dua sisinya (bifasial), yang sekaligus menjadi pembeda dengan kapak persegi.
3. Alat-alat Obsedian. Alat ini pada dasarnya sama dengan alat-alat serpih (flakes), hanya bahanya yang memberdakan. Serpih biasanya dibuat dari jenis batu jaspis atau celdeson, akan tetapi alat-alat ini dibuat dengan jenis batuan kecubung (obsidian).
4. Mata Panah. Temuan alat ini menunjukkan bahwa kegiatan berburu masih dilakukan oleh sebagian masyarakat. Meskipun demikian, berdasarkan persebarannya, sudah tidak banyak manusia dari zaman ini yang melakukan perburuan. Hal ini terbukti dari daerah temuan yang hanya abadi daerah Punung (Pacitan) atau di Moros (Sulawesi selatan)
5. Gerabah. Penelitian arkeologis menunjukkan bahwa gerabab baru muncul pada masa bercocok tanam. Hal ini masuk akal, karena sebagai konsekuensi sebagai hidup menetap., mereka lebih banyak mempunyai waktu untuk berbuat sesuatu, yang diantaranya adalah membuat gerabah.
6. Alat Pemukul Kulit Kayu. Alat ini dibuat dengan menggunakan bahan batu, dan banyak ditemukan didaerah Sulawesi dan Irian. Berdasarkan temuan, jenis alat ini ada dua jenis, yaitu bertangkai dan tidak bertangkai.
7. Perhiasan. Jenis perhiasan yang berasal dari masa bercocok tanam banyak ditemukan, terutama yang berupa gelang batu dan untaian kulit kerang. Jenis perhiasan seperti ini banyak ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ada dugaan bahwa perhiasaan ini hanya dipakai oleh primus inter pares, yaitu orang yang ditokohkan dalam lingkungannya.
Berdasarkan jenis peralatan tersebut di atas, tampak bahwa kehidupan berburu mulai ditinggalakan, meskipun belum sepenuhnya. Kehidupan menetap memberi kemungkinan perkembangan penduduk yang bertambah dengan pesat. Anak-anak dan kaum wanita mulai mendapat tempatpada kegiatan-kegiatan tertentu. Kehidupan menetap ini juga membawa konsekuensi manusia mulai menyadari keterbatasannya, dan oleh karenanya mulai berkembang kecerdasan dan kehidupan spiritualnya. Perawatan jenasah semakin mendapat tempat, yang ditunjukkan dengan pemberian bekal kubur kepada keluarga atau kerabat yang dikuburkannya. Demikian pula penghormatan terhadap roh nenek moyang yang juga semakin meningkat. Bentuk upacara menghormati leluhur, tampak dengan mulai dibangunnya sarana pemujaan, dala arti tradisi megalitikum mulai muncul.
BAB II
Kebudayaan Masa Perundagian dan Masa Megalitikum
A. Kubudayaan Masa Perundagian
Pada masa bercocok tanam, manusia sudah mulai menetap dan menghasilkan makanan sendiri. Tinggal menetap ini membawa kunsekuensi diberbagai bidang kemajuan, baik dalam bidang penigkatan tarap hidup, kepercayaan dan bidang-bidang lain, mengakibatkan tata susunan masyarakat menjadi semakin kompleks. Pembagian kerja untuk melaksanakan berbagai kegiatan tampak semakin ketat. Khusus untuk kegiatan-kegiatan yang memerlukan pengetahuanatau latuhan tersendiri diperlukan golongan-golongan tertentu salam masyarakat untuk pelaksanaannya. Sehubungan dengan hal ini, muncullah kelompok undagi, yaitu kelompok masyarakat yang terampil dalam melakukan satu jenis usaha tertentu, misalnya dalam pembuatan rumah, pembuatan gerabah, pembuatan benda-benda logam, perhiasan dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian, ada tiga hal yang merupakan kemajuan yang sangat berarti jika dibandingkan dengan masa sebelumnya, yaitu:
- Pemenuhan Kebutuhan Hidup. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, teknologi manusia pada saat ini mengalami kemajuan. Teknik lebur, tuang dan tempa mulai dilakukan manusia pada waktu itu. Teknik lebur, menunjukkan bahwa manusia pada manusia pada waktu itu bukan berarti sudah mengetahui jenis titik lebur logam tertentu. Tetapi mereka hanya melihat kenyataan pada waktu mereka melakukan peleburan. Mereka belum bisa mengukur tingkat lebur logam. Sedangkan pada teknik tuang, manusia pada waktu itu memakai dua cara, yaitu dengan A cire perdue atau cetak lilin. Pada teknik ini alat cetak hanya dapat digunakan satu kali, yaitu dengan membuat cetakan sesuai bentuk yang diinginkan. Setelah dicetak, maka cetakan itu tidak bisa digunakan lagi. Teknik tuang yang lain ialah bivalve, atau cetakan setangkup. Berbeda dengan a cire perdue, teknik ini memungkinkan untuk memperbanyak barang yang sama dengan satu cetakan yang sama. Pengenalan terhadap teknik tuang ini mengakibatkan manusiapada saat itu mengenal logam campuran, misalnya perunggu merupakan campuran dari tembaga dan timah hitam. Sedangkan teknik tempa menghasilkan alat-alat seperti peralatan pertanian yang menggunakan bahan besi, pisau dan lain sebagainya. Selain dalam bidang teknologi, pembuatan gerabah juga mengalami perkembangan.
- Bidang Kesenian. Kegiatan yang berkaitan dengan kesenian, pada masa perundagian mulai tampak nyata, tidak lagi berhubungan dengan masalah religious saja, melainkan unsur dekoratif juga mulai berkembang. Hampir semua hasil karya manusia pada masa ini dibuat dengan tidak meninggalakan unsur seninya. Gerabah berhias, kapak berhias, bahkan nekara dan mokojuga berhias dengna pola hiasyang bersifat simbolik dan dekoratif.
- Bidang Kepercayaan. Dalam bidang kepercayaan, manusia pada masa perundagian, perawn dan penghormatan terhadap leluhur semakin berkembang, peti kubur sudah dibuat dan dihias dengan berbagai hiasan. Disamping itu pembangunan sarana upacara untuk menghormati luluhur juga semakin berkembang (menhir dibentuk). Perkembangan bidang kepercayaan ini juga tampak semakin intensifnya pelaksanaan kehidupan sehari-hari (berburu, pertanian, dsb). Situs Gilimanuk (Bali), membuktikan bahwa kebutuhan akan manusia hidup dan yang sudah meniggal menjadi kebutuhan yang utama. Tampak sudah ada anggapan bahwa arwah leluhur, sedikit banyak mempengaruhi kehidupan keluarga yang ditinggalkan.
B. Hasil Teknologi Masa Perundagian
Hasil kebudayaan masa perundagian yang berupa artefak, banyak yang sudah dapat dikenali, Karena sudah banyak yang diketumukan. Beberapa hasil teknologi yang berasal dari masa ini di antaranya adalah:
- Benda-benda perunggu (terutama moko dan nekara, disamping juga diketemukan benda-benda perunggu lain, seperti kapak, bejana, perhiasan dsb).
- Benda-benda dari besi (biasanya berupa alat-alat dan senjata).
- Gerabah
- Perhiasan (manik-manik kaca, bandul kalung dan sebagainya).
a) Moko
Moko pertama kaliditeliti oleh AB. Meyer, yang mengadakan penelitian di Indonesia Timur, terutama di Kabupaten Alor dan Flores Timur, seperti Larantuka Balar, Andonar dan Lomblem. Banyak sarjana yang mempermasalahkan asal-usul moko. Payot berpendapat bahwa merupakan salah satu hasil budaya dari Dongson. Penelitian Payot dipinggir sungai Song mengatakan bahwa disekitar Song merupakan sebuah pemukiman yang banyak menghasilkan benda-benda perunggu, yang mirip dengan yang ditemukan di Indonesia. Dongsong sendiri merupakan pusat budaya perunggu di Asia Tenggara. Oleh karenanya, kebudayaan perunggu terutama nekara, moko, dan kapak perunggu di Indonesia disebutnya sebagai kebudayaan Dongson. Pendapat ini terutama dikemukan oleh para sarjana yang beraliran difusionist. Sarjana-sarjana yang beraliran difusionost, biasanya selalu mencari asal-usul budaya, dengan menelusuri daerah-daerah yang dianggap mereka sebagai pusat budaya. Teori difusi sendiri mengatakan bahwa kebudayaan itu selalu menyebar dan berkembang ke daerah lain, dari daerah yang memiliki tingkat kebudayaan tinggi ke daerah-daerah yang berkebudayaan rendah.
Disamping para sarjana yang beraliran difusionis, ada beberapa yang yang melakukan penelitian secara mendalam., dan mengatakan bahwa moko sebenarnya merupakan variasi dari nekara, dan merupaka produksi lokal Indonesia. Pendapat ini didukung ditemukannya certakan perunggu yang dibuat dari batu di daerah Manuaba, Bali. Setelah diteliti ecara mendalam, pola hias yang terdapat pada cetakan batu dari Manuaba, sama dengan polahias nekara yang terdapat pada nekara pejeng, yang sekarang disimpan di Pura Panataransasi. Penelitian lain juga pernah dilakukan di Gresik, yang dilakukan oleh Rouffer dan Niewenkamp, yang mengatakan bahwa Gresik pernah menjadi pusat pembuatan alat-alat perunggu, terutama adalah moko. Bahkan ada informasi bahwa seorang pande kuningan dari Gresik, sempat mebuat moko ini sampai awal abad ke-20.
Berdasarkan pola hiasnya, moko di Indonesia dapat dibedakan menjadi beberpa jenis, yaitu:
- Moko Prasejarah. Moko ini mempunyai ciri pada bidang pukul dihiasi dengan gambar bintang segi delapan dan hiasan tumpal, pada bagian kaki terdapat hiasan muka manusia (ciri khas moko prasejarah) yang kadang-kadang distilir dengan bentuk lingkaran atau saluran-saluran. Beberapa moko prasejarah ada yang dihias denga manusia kangkang. Ciri lain dari moko jenis ini adalah pada bahannya yang masih sedikit sekali bahan campurannya.
- Moko Indonesia Hindu. Moko jenis ini biasanya dihias dengan corak Hindu, seperti kepala kala, muka dewa dan beberapa jenis hiasan Hindu lainnya. Moko jenis ini juga mempunyai ciri pada bagian bahu, yaitu memiliki pegangan, yang kadang-kadang diberi hiasan geometris, hiasan pada kaki sama bahu, dan pada bagian pinggang tanpa hiasan.
- Moko Inggris Belanda. Moko jenis ini mempunyai hiasan manusia yang distilir dalam bentuk daun, tetapi mukanya menyerupai orang Eropa. Menurut Heizer, hiasan ini disebut dengan istilah muka zeus. Hiasan lain yang terdapat pasa moko jenis ini adalah adanya hiasan gambar daun dan lambang kerajaan Belanda, yaitu dua ekos singa yang memegang bendera. Sedangakan hiasan yang terdapat pada bagian kaki, sama dengan yang terdapat pada bahu dengan keletakan yang terbalik.
- Moko Baru. Moko jenis ini merupakan moko dengan hiasan biantang realistis. Artinyua binatang yang digambarkan pada moko jenis ini benar-benar gambar binatang yang sesungguhnya, seperti gambar naga, kuda, singa dan jenis binatang lainnya. Gambar-gambar ini ditempatkan pada bagian kaki dan bagian bahu sedangkan pada bagian pinggangnya tidak ada hiasan.
Berdasarka hiasan dan bentuknya, diduga fungsi moko digunakan untuk sarana upacara, atau paling tidak bukan digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Dugaan ini didung denga data ethnografis yang menunjukkan bahwa di Kabupaten Alor, moko digunakan untuk mas kawin (belis). Kenyataan ini menunjukkan bahwa moko dalam hal ini menunjukkan status sosial pemiliknya. Disamping itu, moko juga digunakan sebagai saran upacara, terutama upacara-upacara yang terkait dengan adat istiadat, seperti upacara kematian dan lain sebagainya.
b) Nekara
Nekara merupakan salah satu hasil teknologi masa perundagian yang sangat menarik, karena mempunyai hiasan yang sangat bagus, yang dapat menunjukkan tingkat teknologi dan keadaan masyarakat pada waktu itu. Oleh karenanya, sudah banyak para sarjana yang mencoba melakukan penelitian terhadap hasil teknologi ini. Rumphius pernah melakukan penelitian terhadap nekara pejeng yang kini disimpan di Bali. Sedangkan Heger, melakukan penelitian terhadap nekara yang terbesar di seluruh Asia Tenggara, dan mengklasifikasinya menjadi.
- Tipe Heger I. Nekara tipe ini memiliki ciri pada bidang pukul lebih panjang dibanding tingginya. Pada bidang pukul, terdapat hiasan katak yang jumlahnya 4 buah, dengan arah hadap berlawanan dengan jarum jam. Nekara jenis ini juga dihiasi dengan pola geometris. Di Indonesia, nekara jenis ini banyak ditemukan, dan oleh karenanya dianggap sebagai tipe pokok dari tipe-tipe nekara yang lain.
- Tipe Heger II. Nekara tipe ini memiliki ciri lebih ramping disbanding dengan tipe Heger I. dalam hal ini, perbangingan antara tinggi dengan diameter bidang pukul sangat besar. Nekara tipe ini juga dihiasi katak pada bidang pukulnya, dengan jumlah 6 buah dengan arah hadap yang sama dengan tipe Heger I. Demikian pula dari pola hias dan teknologi pengerjaannya, maka tipe Heger II ini jauh lebih halus jika dibandingkan dengan Tipe Heger I.
- Tipe Heger III. Nekara tipe ini, mempunyai ukuran sedang, dalam arti perbandingan tinggi dan diameter bidang pukul hamper sama. Hiasan katak pada bidang pukul 8 ekor, yang dikelompokkan menjadi 4, masing-masing dua ekor. Nekara tipe ini sering disebut nekara tipe Karen, karena banyak ditemukan dan dan digunakan oleh suku Karen di Birma.
- Tipe Heger IV. Nekara tipe ini memiliki ciri tanpa hiasan katak pada bidang pukulnya. Di samping itu perbandingan antara tinggi dan diameter bidang pukul sangat besar, sehingga berbentuk tambun, sehingga bagian pinggangnya tidak tampak. Nekara tipe ini bayak ditemukan di Tiongkok, sehingga sering juga disebut tipe Tionkok. Di Indonesia tipe inilah yang ditemukan dua buah, yaitu di Weleri dan Banten.
Nekara yang ditemukan di Indonesia hanya nekara tipe I dan IV.
Apabila dilihat hiasannya, dpat diduga bahwa nekar memiliki fungsi sebagai sarana upacara, terutma yang berhubungan dengan upacara kesuburan. Meskipun demikian, ada dugaan bahwa nekara juga digunakan sebagai sarana upacara kematian, yakni dipukul untuk pemberitahuan kematian.
c) Kapak Perunggu
Hasil teknologi logam yang dihasilkan pada mas perundagian selain nekara dan moko adalah kapak perunggu. Peneliti kapak perunggu ini adalah RP. Soejono, yang mengklasifikasi alat ini menjadi beberapa tipe berdasarkan perbandingan lebar dengan panjang dan bentuk tajaman serta tempat tangkainya. Klasifikasi yang dimaksud adalah :
- Tipe Umum. Kapak ini memiliki ciri tangkai lebar dengan penampang irisannya berbentuk lonjong. Garis puncak tangkai cekung atau lurus, dengan tajaman cembung.
- Tipe Ekor Burung Sriti. Ciri kapak ini adalah pangkal tangkai seekor burung sriti, dengan tajaman cembung dan lurus.
- Tipe Pahat. Ciri kapak ini memiliki perbandingan panjang dan lebar sangat besar. Sesuai dengan namanya, maka kapak jenis ini menyerupai pahat.
- Tipe Tembilang. Kapak jenis ini memiliki memiliki bentuk yang melebar dengna bagian tajam lurus atau cembung.
- Tipe Bulan Sabit. Kapak tipe ini memiliki lurus atau cembun, sedangkan tajamnya sangat panjang dengna bentuk cembung.
- Tipe Jantung Hati. Sesuai dengan namanya, kapak jenis ini memiliki bentuk seperti jantung, dengan tajaman cembung.
- Tipe Candrasa. Kapak ini terlalu banyak hiasannya, dan bagian tajaman jauh lebih panjang jika dibandingkan dengan tangkainya.
- Tipe Roti. Sesuai dengan namanya, pemberian nama kapak ini sesuai dengan daerah temuannya di Pulkau Rote. Kapak jenis ini merupaka tipe khusus karena bagian tajamnya dibuat menyatu dengan tangkainya.
d) Bejana Gepeng
Alat ini memiliki bentuk seperti tempat air (periuk), tetapi bila dilihat dari samping bentuknya tipis. Dilihat dari bentuknya, alat ini memiliki fungsi praktis saja, yaitu sebagai tempat air. Jenis alat ini tidak banyak, karena di Inodonesia hanya ditemukan dua buah, yaitu di Madura dan lereng Gunung Kerinci.
e) Perhiasan
Jenis perhiasan yang berasal dari masa perundagian ini sebagian besar berupa bandul kalung, gelang dan cincin yang semuanya dibuat dengan bahan perunggu atau besi. Bandul kalung banyak ditemukan di Jawa Barat, sedangkan gelang dan cincin banyka ditemukan di Jawa Tengah.
f) Senjata dan Alat-alat
Hasil teknologi yang termasuk jenis ini diantaranya berupa belati, ikat pinggang, selubung lengan, dan mata kail.
g) Benda-benda dari Emas dan Besi
Benda-benda dari emas, yang berupa cincin dan perhiasan lainnya, biasanya digunakan sebagai bekal kubur. Sedangkan alat-alat dari besi biasanya berupa senjata dan alat pertanian, seperti mata tombak, sabit, mata bajak, cangkul dan sebgainya.
C. Tradisi Megalitikum
Hasil budaya yang berasal dari tradisi megalitikum di Indonesia, hingga kini masih banyak diperdebatkan para sarjana. Hingga sekarang, Megalitikum mash dianggap sebagai suatu masa, yang dikaitkan dengan arti Megalitik itu sendiri. Mereka berpendapar bahwa Mega itu besar, sedangkan litik itu batu, sehingga diartikan sebagai masa atau zaman batu besar. Secara etimologis mungkin benar, tetapi apabila dilihat dari hasil budayanya, maka pengertian tersebut kurang tepat. Hal ini disebabkan oleh temuan benda-benda yang berasal dari tradisi ini memiliki ukuran yang boleh dikatakan sangat kecil. Menhir misalnya, banyka yang diketemukan dalam ukuran kecil, bahkan hanya sebesar kepalan tangan manusia. Sehubungan dengna hal tersebut, wagner, yang sudah melakukan penelitian terhadap berbagai peninggalan megalitik, berpendapat bahwa pada dasarnyakonsepsi tentang megalitik tidak tergantung pada materi yang dipakai, akan tetapi yang utama adalah kensepsi pemujaan nenek moyang. Hal ini sesuai dengna fungsi peninggalan-peninggalan tersebut yang pada dasarnya digunakan sebagai sarana pemujaan.
1. Asal usul Megalitik di Indonesia
Asal-usul megalitik di Indonesia sempat menjadi perdebatan para sarjana, terlebih para kaum difusionist dan kaum nasionalis. Perry, salah seorang tokoh difusionis, dalam bukunya yang berjudul Children of the Sun, berpendapat bahwa Megalitik di Indonesia berasal dari Mesir. Ia berpendapat bahwa Mesir merupakan salah daerah munculnya megalitikum di Mesir untuk yang pertama kali. Ia mengatakan bahwa Megalitikum di Mesir sudah muncul sejak sekitar 3.500 BC, yaitu ketika para penguasa Mesir mulai membangun pyramid. Akan tetapi pendapat ini gugur setelah ditemukan bangungan megalitik yang lebih tua, yaitu bangunan passage grove di Mesopotamia, yang usianya sekitar 4.800 BC.
Mc. Millan, yang mendasarkan pendapatnya pada teori migrasi, berpendapat bahwa Megalitik di Indonesia berasal dari Mediterania, yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, bersamaan dengan penyebaran orang-orang Kaukasoid. Pendapat ini sebenarnya sudah gugur bersamaan teori Perry karena bangunan Megalitik yang berasal dari Mediterania berasal lebih muda dari Mesopotamia, yalni sekitar 4.500 BC.
Geldren yang elakukan penelitian Megalitikum di kaawasan Asia berpendapat bahwa Megalitik di Asia muncul hamper bersamaan. Selanjutnya ia mengatakan bahwa Megalitikum di Indonesia muncul dalam dua gelombang, yang kemudia disebutnya sebagai Megalitik Tua dan Megalitik Muda. Megalitik Tua berasal dari masa bercocok tanam sekitar 2.500-1.500 BC. Sedangkan gelombang kedua berasal dari masa perundagian, yang kemudian disebut Megalitik Muda, yaitu sekitar 1.000 BC. Megalitik Tua menghasilkan bangunan-bangunan seperti menhir, punden berundak, dolmen, dan sejenisnya. Sedangka Megalitik Muda menghasilkan Sarkofagus, peti kubur batu, dolmen semu, pandusa dan jenis peti kubur lainnya. Meskipun demikian, pendapat ini belum diterima sepenuhnya.
Mengenai asal-usul Megalitik di Indonesia, mestinya tidak menjadi perdebatan, seandainya dikembalikan pada pengertian awal, seperti yang dikemukan Wagner. Apabila pengertian Megalitik merupaka suatu konsep pemujaan, maka munculnya Megalitik di Indonesia, tentunya bersamaan dengan muculnya religio natualisme. Artinya munculnya Megalitik di Indonesia bersamaan dengan kesadaran manusia Indonesia akan adanya kekuatan diluar dirinya. Oleh karenanya religio naturalisme ini bersifat universal, tentunya Megalitikum di suatu masyarakat bukan karena saling mempengaruhi, tetapi muncil karena kondisi dan tekanan alam yang memaksa manusia melakukan kegiatan dan berkarya sehingga menghasilkan suatu tradisi yang kemudian disebut dengan tradisi Megalitikum.
Demikian pula pengertian Megalitikum yang bukan merupakan suatu masa, tetapi sebagai suatu tradisi dapat dijelaskan bahwa suatu masa selalu dibatasi suatu kemunculan dan kemunduran. Akan tetapi tradisi Megalitikum ini hingga kini masih terus berlangsung, seperti yang dilakukan oleh beberapa masyarakat Indonesia. Di Nias, tradisi Megalitikum ini masih tetap hidup. Demikian pula bila dikaitkan dengan bangunan bangunan atau konsepsi agama yang ada pada zaman sekarang, konsep Megalitik selalu tampak pada bangunan suci, terutama konsep punden berundak. Berdasarkan kenyataan tersebut, jelaslah bahwa Megalitikum bukanlah suatu masa, tetapi merupakan tradisi yang hingga kini masih terus berlangsung.
D. Rangkuman
Evaluasi
1. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, alat-alat yang digunakan manusia purba terbuat dari …
- Batu dan tulang
- Besi dan perunggu
- Logam
- Campuran batu
- Lilin
2. Kehidupan makhlik hidup diperkirakan sudah ada pada zaman
- Palaeozoikum’
- Sekunder
- Kwartier
- Kenozoikum
- Tersier
3. Adanya perbedaan antara kebudayaan yang satu dengan yang lainnya disebab oleh …
- Adanya kepentingan ekonomi yang berbeda
- Adanya perbedaan bahaya
- Adanya perbedaan kuantitas manusia
- Adanya perbedaan iklim
- Adanya perbedaan geografis
4. Kehidupan manusia masa bercocok tanam ditandai oleh …
- Bercocok tanam diladang
- Tinggal di gua-gua
- Mengumpulkan makana di hutan
- Memiliki tempat tinggal tetap
- Mengenal perdagangan
5. Kepercayaan terhadap makhluk-makhluk halus dikenal dengan …
- Ma’an
- Totem
- Tatoisme
- Dinamisme
- Animism
Essay
1. Berdasarkan pengertian dan proses kemunculannya, munculnya kebudayaan di Indonesia diperkirakan pada masa berburu dan meramu. Jelaskan dan tunjukkan bukti-buktinya.
2. Beberapa sarja berpendapat bahwa kebudayaan masa Megalitikum di Indonesia berasal dari luar, jelaskan dan berikan buktinya.
3. Menurut pendapat anda, berdasarkan peninggalan masa Megalitikum yang diketemukan di Indonesia, jelaskan bagaimana anda memaknai Megalitikum di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar