PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi geografis disetiap wilayah yang berbeda sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan maupun barang yang dihasilkan disetiap wilayah. Oleh karena itu, agar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara pribadi maupun kelompok masyarakat mereka tidak dapat berusaha sendiri untuk mencari segala kebutuhan hidupnya. Mereka harus bekerjsa sama dengan orang lain agar apa yang mereka butuhkan bisa terpenuhi, kegiatan seperti ini bisa disebut perdagangan. Selain untuk memenuhi butuhan hidup masyarakat tertentu, perdagangan juga terjadi karena adanya motif mencari keuntungan. Kegiatan-kegiatan seperti ini tidak bisa dilepaskan dari kehidupan seluruh umat manusia tanpa terkecuali Indonesia bersama wilayah-wilayah disekitar Indonesia bahkan sampai ke Eropa. Dalam perkembangannya perdagangan di wilayah Indonesia tidak hanya sebatas pertukaran barang dari satu tempat ke tempat lain. Perdagangan yang terjadi di Indonesia banyak membawa pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat pada saat itu, baik budaya, sosial dan ekonomi. Perdaganan yang terjadi di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang-orang pribumi, tetapi banyak dari bernagai wilayah yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda dengan budaya Indonesia datang ke Indonesia untuk berdagang. Dengan demikian sangat memungkinkan pertukaran budaya antar para pedagang akan terjadi di Indonesia. Karena bila dilihat dari posisi geografis, letak Indonesia sangat strategis sebagai jalur pelayaran para pedagang local maupun luar untuk mencari rempah-rempah dari Malaka ke Maluku. Lebih khusus lagi pulau Jawa yang dijadikan sebagai pelabuhan transit oleh para pedagan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses masuknya ke Indonesia ?
2. Bagaimana penyebaran Islam di Indonesia ?
3. Bagaimana peran Malaka dalam penyebaran Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1. Proses Masuknya Islam ke Indonesia
Penyebaran Islam merupalan salah satu proses yag sangat penting dalam sejarah Indonesia, tapi juga paling tidak jelas. Tampaknya, para pedagang muslim sudah ada di sebagian wilayah Indonesia selama beberapa abad sebelum Islam menjadi agama yang mapan dalam masyarakat-masyarakat local. Kapan, mengapa, dan bagaimana konversi penduduk Indonesia ini mulai terjadi telah diperdebatkan oleh beberapa ilmuan. Tetapi, kesimpulan pasti tidak mungkin dicapai karena karena sumber-sumber yang ada tentang islamisasi sangat langka san sering sangat tidak informatif. Secara umum, ada dua proses yang mungkin telah terjadi. Pertama, penduduk pribumi mengalami kontak dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Proses kedua, orang-orang asing (Arab, India, Cina, dll.) yang telah memeluk Islam tinggal secara tetap disuatu wilayah Indonesia, kawin dengan penduduk asli, dan mengikuti gaya hidup penduduk local sedemikian rupa sehingga mereka sudah menjadi orang Jawa. Melayu, atau suku lainnya. Kedua proses ini mungkin sering terjadi bersama-sama. Dan, apabila sedikit pentunjuk yang masih ada tadi menunjukkan, misalnya, bahwa suatu dinasti muslim telah berkedudukan mapan disuatu wilayah, maka sering kali mustahil untuk mengetahui mana yang lebih berpran diantara kedua proses itu.
Dapat dipastikan bahwa Islam sudah ada di Asia Tenggara sejak awal zaman Islam. Setidaknya pada abad IX sudah ada ribuanpedagang muslim di Kanton. Kontak-kontak antara Cina dan dunia Islam itu terpelihara terutama lewat jalur laut melalui peraitan Indonesia. Karena itu tidak aneh bila orang-orang Islam tampak memainkan peran-peran penting dalam urusan-urusan Negara perdagangan yang besar di Sumatera yang beraga Buddha, Sriwijaya yang didirikan pada akhir abd VII, utusan-utusan Sriwijaya ke istana Cina memiliki nama Arab. Pada tahun 1282, raja Samudera di Sumatera bagian utara mengirirm dua utusan bernama Arab ke Cina. Sayangnya, kehadiran muslim-muslim dari luar di kawasan Indonesia tidak menunjukkan bahwa Negara-negara Islam local telah berdiri tidak juga bahwa telah terjadi perpindahan agama dari penduduk local dalam tingkat yang cukup besar. Bukti yang paling dapat dipercaya mengenai penyebaran Islam dalam suatu masyarakat lokal Indonesia adalah berupa prasasti-prasasti Islam dan sejumlah catatan para musafir. Batu nisan muslim tertua yang ada, yang tarikhnya terbaca jelas, ditemukan Leran, Jawa Timur, dan bertarikh tahun 475 H (1082 M). Ini nisan seorang wanita, puteri seorang yang bernama Maimun. Namun sepertinya nisan ini sebenarnya tidak dipasangkan pada sebuah kuburan di Jawa, tetapi terdampar di kota pelabuhan Leran setelah sempat digunakan sebagai jangkar sebuah kapal dari Timur Tengah. Karena si almarhumah tampaknya seorang muslim non-Indonesia, maka batu ini tidak memberi kejelasan apa pun mengenai mapannya agama Islam di tengah-tengah penduduk Indonesia. Perdebatan-perdebatan mengenai kepentingan relatif para pedagang dan kaum sufi serta mengenai sumber asing Islam Indonesia telah membuat kaburnya suatu aspek islamisasi yang penting. Pada umumnya islamisasi dianggap sebagai suatu proses damai karena tidak ada satu pun bukti mengenai akspidisi-ekspidisi militer asing yang memaksakan agama ini melalui penakhlukan. Akan tetapi, segera setelah sebuah kerajaan Islam berdiri di Indonesia, agama Islam kadang-kadang disebarkan dari sana ke kawasan-kawasan lain melalui peperangan.
2. Teori-teori Masuknya Islam ke Indonesia
Masuknya Islam dan kebudayaan Islam di Indonesia terjadi seiring dengan perkembagan hubungan perdagangan antara Indonesia dengan Negara-negara India, Persia, Cina, dan Arab pada abad ke-7 sampaiabad ke-15 Masehi. Mengenai siapa yang membawa budaya Islam ke wilayah Nusantara, terdapat beberapa teori yang menerangkan proses masuknya Islam ke wilayah Nusantara.
a. Terori Gujarat (India)
Teori ini mengatakan bahwa masuknya Islam ke Nusantara dibawa oleh orang-orang Gujarat. Tokoh yang mendukung teori ini adalah ilmuwan-ilmuwan Belanda seperrti Pijnappel dan Moquette. Kedua ilmuwan ini berpendapat bahwa yang membawa Islam ke Indonesia adalah orang-orang Arab yang telah lama tinggal di wilayah tersebut. Ilmuwan Belanda lainnya, yaitu Snouck Hurgronje, mengungkapkan bahwa dibanding dengan orang-orang Arab, hubungan dagang orang Indonesia dengan orang Gujarat telah berlangsung lebih awal. Menurut G. W. J. Drewes, mazhab yang dianut oleh orang-orang Islam di Indonesia dan di Gujarat memiliki kesamaan, yaitu Mazhab Syafi’i. moquette mempertegas teori ini dengan hasil penelitiannyaterhadap temuan batu nisan di kedua wilayah Indonesia dan Gujarat. Ia berpendapat bahwa ada kesamaan antara batu nisan di Pasai dan batu nisan Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik dengan batu nisan yang berada di Cambay, Gujarat.
b. Teori Benggali ( Bngladesh)
Teori ini dikemukan oleh S. Q. Fatimi. Teori ini mengemukanakn bahwa Islam datang di Nusantara berasal dari Benggali. Teori ini didasarkan atas tokoh-tokoh terkemukan di Pasai adalah orang-orang atau keturunan dari Benggali. Selain itu, ia juga mengemukakan bahwa batu nisan Malik al-Saleh memiliki banyak persamaan dengan batu nisan di Benggali.
c. Teori Persia
Menurut teori Persia, Islam masuk ke Indonesia dibawa orang-orang Persia. Dasar dari teori Persia ini adalah adanya perkumpulan orang-orang Persia di Aceh sejak abad ke-15. Pada saat itu, pemakaian gelar Syah yang biasa digunakan di Persia, juga pernah digunakan raja-raja. Selain itu, terdapat persaaan budaya antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat Persia. Contohnya, peringatan hari Asyura pada tanggal 10 muharram atas wafatnya cucu Nabi Muhammad, Hasan dan Huswn. Pendukung teori Persia ini adalah P. A. Husein Jayadiningrat dan M. Dahlan Mansur.
d. Teori Pantai Coromandel (India)
Teori ini dikemukan oleh Thomas W. Arnold dan Marrison. Menurut teori ini, Islam datang ke Indonesia melalu Coromandel dan Malabar (India). Daar teori ini adalah ketidakmungkianan Gujarat menjadi seumber penyebaran Islam ketika itu. Alasannya, Gujarat belum menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan antara wilayah Timur Tengah dengan wilayah Nusantara.
e. Teori Arab
Teori ini menyatakan bahwa Islam di Indonesia datang dari sumbernya langsung, yaitu bangsa Arab. Teori ini didukung oleh Naquib al-Attas, Buya Hamka, Keyzer, M. Yunus Jamil dan Crawfurd. Dasar teori ini adalah keterangan yang menyatakan bahwa pada abad ke-7, orang-orang Islam Arab telah ada di Pantai barat Sumatera. Selain itu, ada persamaan mazhab yang dianut oleh bangsa Arab dengna Indonesia. Juga digunakannya gelar al-Malik pada raja-raja Samudera Pasai sesuai dengan nama gelar sultan-sultan di Mesir.
3. Pola Penyebaran Islam di Indonesia
Setelah mengetahui teori-teori masuknya Islam ke Indonesia selanjutnya kita akan membahas bagaimana pola penyebaran Islam di Indenesia. Proses Islamisasi dan salurannya melalui perdagangan, perkawinan, ajaran-ajaran tasawuf, seni, dan aspek budaya lainnya.
a. Pedagangan
Saluran perdagangan merupakan tahap yang paling awal dalam proses Islamisasi. Tahap ini diperkirakan dimulai pada abad ke-7 M yang melibatkan pedagang-pedagan Arab, Persia, dan India. Proses ini sangat menguntungkan, sebab dapat dilaksanakan pada saat mereka berdagang. Dalam agama Islam semua orang adalah penyampai ajaran agama Islam, mungkin hal ini terkandung dalam budaya jihat dalam agama Islam. Pada saluran ini hamper semua kelompok masyarakat terlibat mulai dari raja, birokrat, bangsawan, masyarakat kaya, sampai masyarakat bawah. Proses ini dipercepat dengan mulai runtuhnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindi-Buddha.
b. Perkawinan
Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap yang pertama. Para pedagang lama kelamaan mulai menetap, baik untuk sementara maupun permanen lambat-laun para pedagang ini mulai membentuk perkampungan-perkampungan yang dikenal dengan nama pekojan. Pada tahap selanjutnya para pedagan ini mulai membentuk keeluarga dengan cara menikahi para penduduk local, misalnya antara Raden Rahmat dengan Nyai Manila. Namun proses ini tidak begitu mudah, mengingat perkawinan dengan penganut berhala tidak dianggap sah, karena itu wanita tersebut harus masuk Islam terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukian secara sederhana, karena tidak memerlukan upacara. Mereka cukup mengucapkan kalimat syahadat. Adanya proses ini menyebabkan penyebaran agama Islam berjalan lancer karena keluarga perkawinan akan membentuk keluarga muslim. Selain itu, tidak mustahil dari pihak keluarga kedua mempelai timbul ketertarikan untuk masuk agama Islam. Dalam beberapa Babad Cirebon diceritakan perkawinan antara puteri Kawungaten dengan sunan Gunung Jati, Babad Tuban menceritakan tentang perkawinan Raden Ayu Teja, Puteri Adipati Tuban dengan Syeh Ngabdurahman.
c. Pendidikan
Para ulama, kiai dan guru agama sangat berperan penting dalam penyebaran agama dan budaya Islam. Para tokoh Islam ini menyelenggarakan pendidikan melalui pondok-pondok pesantren bagi para santri-santrinya. Dan para santri inilah nantinya Islam akan disosialisasikan di tengah-tengah masyarakat.
d. Tasawuf
Tasawup merupakan ajarn agama untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar dengan Allah swt. Saluran tasawuf termasuk yang berperan membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena sifat tasawuf yang memberikan kemudahan dalam pengkajian ajarnnya karena disesuaikan dengan alam pikiran masyarakatnya.
e. Politik
Kekuasaan raja memiliki peranan sangat besar dalam proses islamisi. Ketika seorang raja memeluk agama islam, maka secara tidak langsung biasanya rakyat mengikuti jejak rajanya. Dengan demikian, setelah agama islam mulai tumbuh dimasyarakat, kepentingan politik dilakukan melalui perluasan wilayah kerajaan yang diikuti dengan penyebaran agama. Contohnya, sultan Demak mengirimkan pasukan dibawah Fatahillah untuk menduduki wilayah Jawa Barat dan memerintahkan untuk menyebarkan agama Islam.
f. Seni dan Budaya
Islamisasi melalui bidang seni dan budaya dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti seni bangunan, seni pahat dan ukir, tari, music, dan sastra. Saluran seni yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang dan music. Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali yang aktif menyebarkan Islam dengna menggunakan sarana wayang. Sementara unutk music, banyak dilakukan oleh Sunan Bonang, karya Sunan Bonang yang paling populer adalah Tombo Ati, yang hingga hari ini masih dinyanyikan orang.
4. Peran Malaka Dalam Penyebaran Islam
Apabila pada masa Cheng Ho Malaka sudah menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara, maka pada masa Islam Malaka juga tetap sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara. Karena para pedagang yang datang ke Malaka sebagian besar beraga Islam, dengan sendirinya agama Islam berkembang mengukuti jalur perdagangan di Nusantara. Makala yang menjadi pasar barang, baik dari India, Cina maupun dari kepulauan Nusantara khususnya dari Maluku dan sekitar pulau Jawa. Jika dilihat dari dari kondisi perdagangna yang berlangsung di Malaka itu, jelaslah bahw disiut berlangsung pertukaran barang secara besar-besaran. Kejayaan Malaka dapat dilihat dari kapal-kapal yang berlabuh di negeri itu. Gudang-gudang membentang luas dan kuli-kuli kapal bekerja tidak henti-hentinya. Dekat dermaga terdapat firma-firma dan kedai-kedai yang menajakan barang-barangnya. Dengan demikian Malaka semakin kaya dan kuat.
Dalam perdaganan yang terjadi di Nusantara, barang dagangan yang paling dibutuhkan adalah berbagai rempah-rempah yang ada di Nusantara. Untuk mendapatkan barang dagangan, para pedagan dari India maupun Cina yang ada di Malaka melakukan pelayaran menuju kesumber rempah-rempah di Maluku. Dalam pelayaran ini, para pedagang masih menggunkan cara tradisional, mereka belum menggunakan mesin sebagai alat penggerak kapal layar tetapi menggunakan arah anging sebagai alat bantu untuk menggerakkan kapal mereka. Angin yang dibutuhkan untuk menggerakan kapal layar tersebut dalam satu tahun bertiup dua kali berganti arah. Setengah tahun bertiup dari barat ke timur dan setengah tahun bertiup dari timur ke barat. Karena arah angin yang demikian para pedagang sangat tergantun pada arah angin yang akan membawa kapal mereka untuk berlayar. Jika ada pedagang dari Malaka yang ingin ke Maluku untuk mencari rempah-rempah yang dibutuhkan oleh orang-orang Eropa, ketika arah angina yang bertiup dari Malaka berhenti atau berganti arah d ari Maluku ke Malaka maka dengan sendirinya para pedagang akan berhenti dan menepi ke pantai mana pun mereka berada. Karena tujuan mereka ingin ke Maluku maka pedagang harus menunggu arah angin berubah dari Maluku ke Malaka menjadi dai Malaka ke Maluku barulah para pedagang bisa melanjutkan perjalannan mereka, masa ini biasa disebut dengan masa penantian. Karena masa pentian yang cukup panjang tersebut maka para pedangan ini akan tinggal bersama orang-orang local yang ada. Dengan keadaan yang demikian para pedagang ini akan melakukan interaksi dengan orang-orang yang ada diwilayah tersebut. Secara sadar ataupun tidak sadar ketika para pedagang ini berinteraksi dengan masyarakat local telah terjadi pertukaran-pertukaran budaya. Bisa terjadi ketika para pedagang ini melakukan sembahyang, ketika orang-orang lokal ini melihat apa yang mereka lakukan, mereka mungkin akan memunculkan banyak pertanyaan dengan budaya para pedangan bahkan ada yang merasa tertarik untuk memperlajari budaya Islam tersebut. Lebih lanjutnya lagi, ketika para pedangang ini menetap disuatu wilayah baik secara sementara ataupun selamanya mereka bisa saja melakukan pernikahan dengan penduduk pribumi. Dalam ajaran Islam yang mengatakan pernikahan tidak sah jika salah satu dari mempelainya tidak beragama Islam. Dengan demikian, maka mempelai yang tidak beraga Islam tersebut harus memeluk Islam terlebih dahulu agar pernikahan dianggap sah. Maka pelayaran dan perdagangan merupakan hal yang sangat berperan penting dalam masuknya ajaran Islam ke Indonesia. Ditambah lagi dengan posisi geografi pulau Jawa yang berada ditengah-tengah jalur pelayaran dari Malaka ke Maluku atau sebaliknya, menjadikan pulau Jawa mempunyai arti penting yang sangat strategis sebagai pelabuhan transit. Peranan Pulau Jawa sebagai pelabuhan transit sangat berperan penting dalam penyebaran agama Islam diwilayah Jawa. Dimana para pedangan yang sebagian besar beragama Islam akan singgah di Pulau Jawa baik untuk menunggu perubahan arah angin, maupun untuk mengisi perbekalan atau mengambil dan menurunkan barang dagangan yang dibutukan oleh kedua belah pihak. Posisi pulau Jawa sebagai pelabuhan transit menjadikan Pulau Jawa mendapat pengaruh Islam yang sangat besar. Hal itu dapat terjadi karena banyaknya pedagang Islam yang singgah di Pulau Jawa baik sementara ataupun selamanya yang akhirnya melakukan berbagai hal seperti apa yang telah dijelaskan diatas. Bahkan masih banyak lagi hal-hal yang terjadi, sepeti peranan raja yang sangat penting bagi masyarakat. Seorang raja juga mempunyai hak-hak atas kapal-kapal yan berlabuh diwilayahnya dengan menarik pajak dari para pedagang.
Ketika para pedagang bersahabat dengan raja setempat sangat memungkin raja setempat akan ikut mempelajari agama Islam agar persahabatan baik dalam perdagangan maupun politik bisa berlangsung secara nyaman karena mempunyai satu kepercayaan. Ketika raja mulai memeluk agama Islam dan peranan penting raja dimata rakyatnya akan memungkinkan rakyatnya mengikuti apa yang dilakukan rajanya. Bahkan sangat memungkinkan juga raja akan menyuruh rakyatnya untuk memeluk agama Islam. Sebagai rasa hormat atau rasa takut rakyat kepada kekuasaan raja maka rakyat akan menuruti apa yang diperintahkan oleh raja setempat.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Proses masuknya Islam ke Indonesia masih banyak diperdebatkan oleh para sejarawan karena keterbatasan sumber dari bukti-bukti kedatangan Islam. Akan tetapi kedatangan Islam ke Indonesia diperkirakan mulai pada abad ke-7, walau pun ada yang berpendapat bahwa jauh sebelum maraknya perdagangan di Nusantara sudah ada bukti-bukti bahwa budaya Islam sudah masuk ke Indonesia. Mengenai kedatangan Islam ke Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perdagangan yang terjadi di Indonesia. Perdagangan sangat berperan penting dalam membawa budaya Islam masuk ke Indonesia. Karena adanya para pedagang dari Cina, Persia, Arab, dan lainya yang beragama Islam berlayar ke Indonesia untuk mencari rempah-rempah menggunakan kapal layar. Dengan demikian ada beberapa teori yang mengatakan tentang kedatangan Islam ke Indonesia yang pada umumnya dibawa oleh para pedagang. Setelah para pedagng tiba di Malaka yang saat itu merupakan pelabuhan yang besar, mereka berlayar ke Maluku yang saat itu merupakan sumber rempah-rempah yang dicari oleh para pedagang untuk dijual ke Eropa. Dengan demikian, saat para pedagang melakukan pelayaran ke Maluku, para pedagang kemungkinan tidak akan bisa berlayar langsung dari Malaka ke Maluku tanpa berhenti karena mereka belum menggunaka mesin. Selain itu arah angin juga mempengaruhi perjalanan mereka. Dari Malaka ke Maluku atau sebaliknya para pedagang melewati pesisir pantai laut jawa, dari rute perjalanan itu pulau Jawa terletak di Antara rute pelayaran para pedagang. Terletak pada posisi yang demikian Pulau Jawa memiliki peranan penting bagi para pedagang sebagai pelabuhan transit. Pelabuhan transit memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam yang dibawa oleh para pedagang. Ketika para pedagang singgah di Pulau Jawa atau pulau yang lainnya, maka mereka akan berinteraksi dengan masyarakat lokal. Ketika interaksi ini terjadi besar kemungkinan akan terjadi kontak budaya dengan para pedagang muslim. Belum lagi ketika para pedagang dalam masa penantian atau menuggu arah angin berganti arah untuk mengerakkan kapal mereka yang bisa memakan waktu berbulan-bulan. Ketika masa itu, maka akan semakin lama juga interaksi dengan penduduk setempat. Para pedagang juga bisa saja melakukan perkawinan dengan penduduk setempat yang memungkinkan pengislaman untuk penduduk setempat yang ingin dinikahi. Tidak menutup kemungkinan juga para pedagang Islam akan menjalin persahabatan dengan para penguasa setempat yang dihormati oleh masyarakat setempat. Karena jalinan persahabatan yang akhirnya akan berlanjut kehubungan politik. Agar merasa nyaman dengan lawan politiknya maka penguasa setempat bisa ikut memeluk agama Islam. Jika penguasa atau raja sudah memeluk Islam maka bisa dengan mudah rakyatnya akan mengikuti apa yang dikatakan oleh raja mereka. Jalan seperti ini sangat memungkinkan tidak akan terjadinya konflik, Islam akan mudah diterima oleh para penduduk lokal. Pada akhirnya terjadilah Islamisasi besar-besaran melalui berbagai macam saluran, seperti halnya melalui pendidikan, seni dan lain sebagainya. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa kedaatangan Islam ke Indonesia tidak bisa terlepas dari perdagangan. Dengan adanya perdagangan Islam masuk ke Indonesia dan kemudian tersebar luas di wilayah-wilayah Indonesia, khususnya Pulau Jawa yang merupakan pelabuhan transit. Tidak lupa, kota Malaka yang saat itu sebagai pelabuhan besar dan Maluku yang merupakan pusat sumber rempah-rempah juga sangat membantu masuknya Islam ke Indonesia. Karena jika Maluku tidak dan daerah-daerah sekitarnya tidak memiliki sumber rempah-rempah, maka para pedagang Islam dari berbagai daerah ini tidak akan melakukan pelayaran disekitar Indonesia. Jika tidak ada pelayaran, maka para pedagang Islam juga tidak akan masuk ke Indonesia karena barang yang mereka cari tidak ada. Disinilah letak titiknya tumpunya mengapa para pedagang Islam melakukan pelayaran ke wilayah Indonesia. Dalam proses islamisasi Malaka dan Maluku serta pulau Jawa sebagai pelabuhan transit sangat berperan penting.
Daftar Pustaka
Farid, Samsul. 2013. Sejarah Indonesia Untuk SMA-MA/Kelas X. Bandung: Yrama Widya.
Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-1800. Jakarta: Serambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar