Latar Belakang lahirnya VOC
VOC atau Kongsi Dagang
atau Perusahaan Hindia Timur Belanda yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602
adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas
perdagangan di Asia. Disebut
Hindia Timur karena ada pula Geoctroyeerde Westindische Compagnie yang
merupakan persekutuan dagang untuk kawasan Hindia Barat. Perusahaan ini
dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia sekaligus merupakan
perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem pembagian saham.
Datangnya
orang Eropa melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama, yang pada tahun
1497-1498 berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung Pengharapan
(Cape of Good Hope) di ujung selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu lagi
bersaing dengan pedagang-pedagang Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia
Timur, yang selama ini ditempuh melalui jalur darat yang sangat berbahaya. Pada
awalnya, tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara termasuk
ke Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan bangsa Belanda.
Misi dagang yang kemudian dilanjutkan dengan politik permukiman (kolonisasi)
dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku,
sedangkan di Suriname dan CuraƧao, tujuan Belanda sejak awal adalah murni
kolonisasi (permukiman). Dengan latar belakang perdagangan inilah awal
kolonialisasi bangsa Indonesia (Hindia Belanda) berawal.
Selama abad
ke 16 perdagangan rempah-rempah didominasi oleh Portugis dengan menggunakan
Lisbon sebagai pelabuhan utama. Sebelum revolusi di negeri Belanda, kota
Antwerp memegang peranan penting sebagai distributor di Eropa Utara, akan
tetapi setelah tahun 1591 Portugis melakukan kerja sama dengan firma-firma dari
Jerman, Spanyol dan Italia menggunakan Hamburg sebagai pelabuhan utama sebagai
tempat untuk mendistribusikan barang-barang dari Asia, memindah jalur
perdagangan menjadi tidak melewati Belanda. Namun ternyata perdagangan yang
dilakukan Portugis tidak efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang
terus meninggi, terutama lada. Suplai yang tidak lancar menyebabkan harga lada
meroket pada saat itu. Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang
sedang dalam keadaan perang dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580,
menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. ketiga faktor tersebutlah
yang mendorong Belanda memasuki perdagangan rempah-rempah interkontinental.
Akhirnya Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan
"jalur rahasia" pelayaran Portugis, yang membawa pelayaran pertama
Cornelis de Houtman ke Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.
Pada tahun
1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju
Indonesia, dan merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini
mencapai Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat
dalam perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar
lagi ke arah timur melalui pantai utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk
lokal di Sedayu berakibat pada kehilangan 12 orang awak, dan terlibat
perseteruan dengan penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang
pimpinan lokal. Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya
mereka memutuskan untuk kembali ke Belanda namun rempah-rempah yang dibawa
cukup untuk menghasilkan keuntungan.
Pada tanggal
31 Desember 1600 Inggris memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia yang
dinamakan The British East India Company dan berpusat di Kalkuta. Kemudian
Belanda menyusul tahun 1602 dan Perancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan
French East India Company tahun 1604. Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda
mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC (Perkumpulan Dagang India
Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di antara negara-negara Eropa,
yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, Perancis dan Belanda, untuk
memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapai masalah
ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi wewenang memiliki tentara
yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama
Pemerintah Belanda yang waktu itu masih berbentuk republik, untuk membuat
perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu negara. Wewenang ini
yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak
seperti layaknya satu negara.
Perusahaan
ini mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa. Pos kolonial
lainnya juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian menjadi
Indonesia, seperti di kepulauan rempah-rempah (Maluku), yang termasuk Kepulauan
Banda di mana VOC manjalankan monopoli atas pala dan fuli. Metode yang
digunakan untuk mempertahankan monompoli termasuk kekerasan terhadap populasi
lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan massal. Pos perdagangan yang lebih
tentram terletak di Deshima, pulau buatan di lepas pantai Nagasaki. Daerah ini
adalah tempat satu-satunya di mana orang Eropa dapat berdagang dengan Jepang.
Tahun 1603
VOC memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610
Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614), namun
ia memilih Jayakarta sebagai basis administrasi VOC. Sementara itu, Frederik de
Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 - 1611) dan setelah itu menjadi
Gubernur untuk Maluku (1621 - 1623). Persaingan dagang dengan pedagang Belanda,
Portugis, Spanyol dan Inggris menjadi hal yang melatarbelakangi terbentuknya
VOC.
Tujuan VOC
Tujuan
utama dibentuknya VOC seperti tercermin dalam perundingan 15 Januari 1602
adalah untuk “menimbulkan bencana pada musuh dan guna keamanan tanah air”. Yang
dimaksud musuh saat itu adalah Portugis dan Spanyol yang pada kurun Juni 1580 –
Desember 1640 bergabung menjadi satu kekuasaan yang hendak merebut dominasi
perdagangan di Asia. Untuk sementara waktu, melalui VOC bangsa Belanda masih
menjalin hubungan baik bersama masyarakat Nusantara. Tujuan lainnya yaitu:
1. Menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama pedagang
Belanda
2. Untuk menguasai rempah-rempah di Hindia
Timur
3. Memperkuat kedudukan Belanda dalam
persaingan perdagangan dengan bangsa Eropa lain
4. Membantu dana pemerintah Belanda dalam
menghadapi Spanyol.
Hak Oktroi VOC
Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi:
Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi:
q Menjadi
wakil sah pemerintah Belanda di Asia
q Melakukan
monopoli perdagangan
q Mencetak
dan mengedarkan mata uang sendiri
q Mengadakan
perjanjian serta memaklumkan perang dengan negara lain
q Menjalankan
kekuasaan kehakiman
q Memungut
pajak
q Memiliki
angkatan perang sendiri
q Menyelenggarakan
pemerintahan sendiri
Kebijakan Pemerintahan VOC
• Verplichte
Laverantie: penyerahan
wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditentukan VOC
• Contingenten: pajak wajib berupa hasil bumi
yang langsung dibayarkan kepada VOC
• Menentukan
luas areal penanaman rempah-rempah serat jumlah tanaman rempah-rempah
• Ekstirpasi: hak VOC untuk menebang tanaman rempah
agar tidak terjadi over produksi
• Mewajibkan
kerajaan-kerajaan yang terikat perjanjian memberikan upeti
• Mewajibkan
rakyat menanam tanaman tertentu, terutama kopi
• Pelayaran
Hongi: mengawasi pelaksanaan
monopoli perdagangan VOC
Kebangkrutan dan pembubaran
Pada pertengahan abad ke-18 VOC mengalami kemunduran karena beberapa
sebab sehingga dibubarkan. Alasannya adalah sebagai berikut:
·
Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi
·
Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh
perang melawan Hasanuddin dari Gowa
·
Banyaknya gaji yang harus dibayar karena
kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak
·
Pembayaran dividen (keuntungan) bagi pemegang
saham turut memberatkan setelah VOC mengalami kekurangan pemasukan
·
Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama
Inggris dan Perancis
·
Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya
Republik Batavia 1795 yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan
bebas.
Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember
1799 dengan utang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa
kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.
Aset-asetnya dialihkan kepada pemerintahan Belanda.

Sebuah saham Perusahaan Hindia Timur
Belanda,
tertanggal 7 November 1623, untuk
jumlah 2.400 florin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar