Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kajian Sejarah Indonesia
Dosen Pengampu: Dr. Aman, M.Pd

Disusun oleh:
Paulinus Yanto 17718251002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demokrasi Liberal di Indonesia yang berlangsung dari tahun 1950 1959, memberikan kesempatan bagi PKI untuk ikut berpartisipasi dalam politik meskipun sebelumnya PKI telah terlibat dalam pemberontakan di Madiun. Alimin mengaktifkan kembali PKI pada tanggal 4 Februari 1950. Kepemimpinan Alimin tidak bertahan lama karena digantikan oleh D.N.Aidit yang datang kembali ke Indonesia. D.N.Aidit melakukan penyatuan kembali seluruh kekuatan dan potensi yang ada di partai.[1] Kepemimpinan D.N.Aidit semakin kuat karena dukungan tokoh-tokoh pemudanya yang berhasil mengembangkan PKI. Setelah D.N.Aidit berhasil merehabilitasi PKI padamasa demokrasi Liberal, D.N.Aidit dan kawan-kawannya sepakat mengadakan kerjasama dengan kekuatan-kekuatan politik yang dianggap penting untuk memperoleh kesematan duduk dalam pemerintahan salah satunya PNI.
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu perwujudan atau tindakan simbolik dari sebuah negara demokrasi. Pemilu dilaksanakan pada suatu saat tertentu yang memiliki makna dalam perjalanan sosial masyarakat suatu bangsa. Di Indonesia, pemilu merupakan saat-saat penting yang diharapkan dapat mengubah rezim politik yang berkuasa. Pemilu 1955 merupakan pemilu pertama bagi bangsa Indonesia semenjak bangsa Indonesia merdeka. Suasana persiapan pemilu 1955 ini terasa hangat, penuh antusiasme dan harapan baik di kalangan petinggi partai politik maupun rakyat pada umumnya.
PKI merupakan salah satu partai politik yang ikut dalam pemilu 1955 dan termasuk salah satu dari empat partai besar setelah PNI, Masjumi, dan Nahdlatul Ulama/NU. PKI berhasil memperoleh suara cukup banyak dalam pemilihan umum 1955. Hal ini mengejutkan banyak pihak karena sebelumya citra buruk telah melekat di tubuh PKI akibat pemberontakan Madiun 1948 yang mengancam keutuhan negara. Partai Komunis Indonesia menjadi salah satu partai yang menang karena berhasil mendapatkan suara yang cukup banyak dalam Pemilu 1955. Dalam masa-masa pemilihan umum 1955 PKI juga memiliki masalah dengan partai lainnya. Pada perpolitikan waktu itu muncul suatu pertentangan antara PKI dengan Masyumi.[2]
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Partai Komunis Indonesia memperkuat organisasinya?
2. Bagaimana pendekatan PKI kepada para petani dan buruh?
3. Bagaimana wacana kampanye PKI?
C. Tujuan
1. Mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang sejarah.
2. Mengetahui cara-cara PKI memperkuat organisasinya.
3. Mengetahui pendekatan PKI kepada kaum buruh dan para petani.
4. Mengetahui cara yang ditempuh PKI dalam kampanye menghadapi pemilu 1955.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Srategi PKI Memperkuat Organisasi
Peristiwa pemberontakan PKI Madiun 1948 merupakan sebuah peristiwa yang membawa citra buruk bagi PKI. Peristiwa tersebut juga membuat hancurnya kekuatan PKI karena kegagalannya melakukan kudeta terhadap Pemerintah RI. Pasca pemberontakan Madiun, Alimin sebagai pimpinan PKI menghendaki PKI sebagai partai kader. Partai Kader artinya partai yang kuat secara kualitas atau kelompok kecil yang militan. Para kader1 PKI disebar ke dalam kelompok-kelompok masyarakat seperti kelompok buruh, petani, wanita, pemuda desa dan lainnya. Strategi Alimin itu mendapat tentangan dari golongan muda. Aidit yang termasuk golongan muda menganggap bahwa partai kader tidak cocok diterapkan di Indonesia.
Melalui Harian Rakyat, PKI berupaya membendung opini negatif dan menggalang simpati rakyat dari berbagai golongan. Melalui Harian Rakyat inilah program-program PKI disalurkan kepada simpatisan. Harian Rakyat bukan saja pelaksana dari kerja penerangan, propaganda, dan pengorganisasian bidang politik, tapi dengan sadar koran ini Wacana Kampanye PKI memposisikan diri sebagai generator di bidang kebudayaan.[3] Harian Rakyat menggunakan gaya Bahasa sederhana agar mudah dipahami masyarakat bawah, karena PKI memang fokusnya pada rakyat bawah (petani dan buruh).
Pada setiap organisasi, pembagian tugas diperjelas dengan alat-alat kelengkapan partai yang pembentukannya disesuaikan dengan kebutuhan. Organisasi partai khususnya di tingkat pusat dapat membentuk sekretariat atau Departemen agit-prop (agitasi-propaganda), Departemen Tani, Departemen Pemuda, Departemen Ilmu dan Kebudayaan, Departemen Ekonomi, dan sebagainya. Komposisi keanggotaan PKI memiliki karakteristik yang disebut direct structure dan indirect structure. Direct structure yaitu komposisi anggota PKI dapat dilihat sebagai individu yang sadar masuk dan mengikatkan diri ke dalam partai tersebut. Sedangkan jika dilihat dari indirect structure, PKI memperoleh anggota secara otomatis dari organisasi massa yang berafilisasi di bawah PKI seperti anggota BTI, SOBSI, Baperki, Gerwani, dan lainnya. Proses pengenalan dan pendidikan kader komunis dilakukan dengan beberapa Banyak para pemuda desa miskin menjadi Kader PKI yang tugasnya melakukan peninjauan ke desa-desa. Proses pengenalan dan pendidikan kader komunis dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui rapat-rapat, kursus-kursus politik. Bertambahnya jumlah anggota PKI pada awal konsolidasi ini semakin membuat PKI bangkit kembali dari keterpurukannya akibat peristiwa Madiun 1948. Banyak para pemuda desa miskin menjadi Kader PKI yang tugasnya melakukan peninjauan ke desa-desa.[4] PKI melihat orang yang senasib akan merasa dekat satu sama lainnya misalnya buruh tani, petani miskin terdapat persamaan nasib. Hal ini menjadi kekuatan bagi mereka untuk memperjuangkan kepentingan dan hak-hak mereka.
B. Pendekatan PKI kepada Golongan Petani dan Buruh
Pemilu 1955 merupakan hal penting yang aan dihadapi oleh PKI. PKI melakukan berbagai hal untuk meraih kemenangan. Propaganda pembagian tanah yang dilakukan PKI kepada petani miskin, terutama di daerah Jawa memang sangat menarik sehingga mereka bersedia menjadi anggota BTI atau organisasi massa PKI lainnya. Aidit berpendapat bahwa PKI harus menjadi partai yang besar dan banyak anggotanya agar dapat mempengaruhi partai yang lain. Konferensi partai bulan Mei 1952 memutuskan untuk memperluas keanggotaan partai menjadi 100.000 dalam waktu 6 bulan. Berbagai langkah diambil untuk memperluas keanggotaan PKI. PKI juga mendirikan dan mengembangkan koperasi bagi petani. Bentuk koperasi desa yang didirikan adalah kopersi produksi, konsumsi, dan kredit. PKI menggerakkan usaha koperasi atas keputusan Koperasi Tani Nasional PKI dalam tahun 1951 yang berkesimpulan menghilangkan antipati petani kepada koperasi”.[5]
PKI telah memanfaatkan koperasi agar dapat memperkuat partainya, selain itu koperasi merupakan sistem ekonomi yang dekat dengan sosialisme. PKI mengalami kesulitan karena tingkat pendidikan petani umumnya rendah dan faktor-faktor tradisi yang ada, untuk itulah PKI mengirimkan kader-kadernya yang sistem kerjanya benar-benar baik. Keadaan petanilah yang membawa mereka memutuskan lebih memilih bekerjasama dengan PKI. Pada masa-masa kampanye, PKI melakukan agitasi-agitasi kepada golongan petani akan memperjuangkan hak milik tanah untuk mereka, meskipun tidak tahu kenyataannya janji – janji itu terlaksana atau tidak.[6]
Strategi yang dilakukan PKI untuk menghadapi pemilu 1955 lainya adalah bergerak di kalangan buruh. Kaum buruh dapat dipastikan memiliki kehidupan yang buruk dibandingkan kaum imperisis. Kaum buruh yang merasa dirinya selalu tertindas oleh kaum Imperialis dapat dipastikan tertarik dengan Partai Komunis Indonesia karena dianggap dapat memperjuangkan hak-hak mereka dan mengubah nasib mereka menjadi lebih baik. Selama ini kaum buruh tertarik dengan PKI karena bergerak kepada kerakyatan. Agitasi-agitasi dan propaganda dari PKI, mampu menarik kaum buruh dengan janji-janji melindungi kaum buruh dengan semboyan PKI sama rata sama rasa.
C. Wacana Kampanye PKI (Partai komunis Indonesia)
PKI melakukan propaganda dengan tujuan menjaring orang-orang agar memihak PKI.[7] Propaganda yang dilakukan PKI dengan cara mengadakan kurus kursus seperti kursus baca tulis, kursus politik yang bagi petani dianggap hal yang menarik, kegiatan kebudayaan seperti wayang, ludruk, dan lainnya. Beberapa cara itu dipakai PKI sebagai alat propaganda dan alat penyalur ideologi partai. Propaganda didasarkan kepada keadaan petani bertujuan memperbaiki keadaan petani.
D.N. Adit dalam melaksanakan strategi kanannya menggunakan cara-cara yang lebih damai. Persiapan-persiapan pemilu telah matang dipersiapkan oleh PKI. PKI mencarter bus-bus untuk mengangkut rakyat ke rapat-rapat raksasa, dimana mereka diperlengkapi dengan topi pandan, tikar, minuman, serta makan. Bahkan dihibur dengan berbagai pertunjukkan dan tarian.[8] Rakyat dari desa berduyun-duyun mengikuti rapat raksasa. PKI juga menyebarkan dan memasang poster-poster sampai ke desa-desa pedalaman.
Pada masa berkampanye, PKI juga giat sekali dalam memperagakan lambangnya dan terus mempertahankan keunggulan itu selama masa kampanye menjelang pemilu 1955. Lebih jauh lagi bahwa banyak papan peraga lambang partai terpasang di kota-kota besar dan kota-kota kecil, begitupun dengan desa tidak terlupakan. Sangat banyak papan peraga terbuat dari besi pelat dengan ukuran dan isi yang seragam jelas buatan dari pabrik. PKI tidak tertandingi dalam daya-cipta memanfaatkan apa saja untuk memperagakan tanda gambarnya, dari layang-layang hingga dekor panggung pertunjukan desa.[9] PKI juga membuat pamflet dan brosur untuk dijual atau dibagikan secara massal.
Di bidang pers, PKI mampu menguasai kantor berita ANTARA, dan beberapa koran pendukung yang siap menyebarkan propaganda propaganda Komunisme kemana saja. Pada masa ini pastilah diperlukan dana yang besar dalam pembiayaan partai ini, untuk itu PKI memperoleh dana dari pengusaha-pengusaha Tionghoa di Indonesia dan kemungkinan besar dana diperoleh dari negara-negara komunis melalui kedutaan dan kantor perwakilan dagang mereka di Jakarta. Pada pemilihan umum 1955 untuk memilih calon anggota parlemen yang pertama dilaksanakan kampanye-kampanye. Kampanye itu dinamakan kampanye “Pohon Partai”, “Kebun Partai”, “Ayam Partai”, “Kambing Partai”, artinya pohon, kebun, ayam dihibahkan kepada partai, yang disebarluaskan hingga ke tingkat-tingkat bawah dan dijadikan sebagai tradisi.[10] Cara-cara itulah yang ditempuh PKI untuk merekrut dana meskipun secara material hasilnya kecil namun secara moral PKI berusaha menebalkan semangat cinta partai pada anggota dan pengikutnya.
Metode kampanye PKI juga dilakukan dengan kegiatan kesejahteraan sosial. Di daerah-daerah PKI membangun berbagai prasarana publik seperti jembatan, sekolah, rumah-rumah, bendungan, jalan, selokan, dan menyelenggarakan kursus pemberantasan buta huruf.[11] PKI juga membentuk berbagai organisasi kemasyarakatan yang sangat diminati dalam kesenian sampai olahraga. Bagi PKI, kegiatan semacam itu tidak hanya dimaksudkan untuk menang dalam pemilihan umum, tetapi juga untuk membangun basis massa yang lebih permanen. Upaya tersebut membuat keanggotaan PKI pada tahun 1954 sampai menjelang pemilu 1955 melonjak dari 165.605 menjadi 1 juta orang. Semua tokoh-tokoh PKI turun langsung untuk berkampanye, seperti Aidit untuk daerah Yogyakarta, Semarang, Purwokerto, dan Palembang, sedangkan Lukman untuk daerah Banyuwangi dan Surabaya, Njoto untuk daerah Bandung, Subang, Ciamis dan Ir. Sakirman untuk mahasiswa di daerah Yogyakarta. PKI berhasil keluar sebagai partai ke-4 terbesar di samping PNI, Masyumi dan NU.
Menjelang pemilu, PKI semakin aktif dalam melakukan kampanyenya. Bagi PKI pemilu merupakan sebuah konkretisasi dari gerakan rakyat atau revolusi nasional pada waktu itu. Pemilu adalan gerakan politik, gerakan rakyat yang luas untuk memperjuangkan nasibnya sendiri. Dalam mengkampanyekan para calon anggota yang akan duduk di parlemen PKI menyatakan bahwa calon-calon yang diajukan telah memiliki kualifikasi yang terdiri atas orang-orang baik anggota PKI maupun orang tak berpartai yang mewakili berbagai lapisan dan golongan rakyat Indonesia, sehingga apabila calon tersebut terpilih, kepentingan dari berbagai golongan rakyat akan dapat dibela dan diperjuangkan dalam DPR. Daftar calon PKI juga merupakan komposisi front nasional.
BAB III
PENUTUP
Dalam menghadapi Pemilu 1955, PKI melakukan pendekatan kepada petani. Strategi PKI menjelang Pemilihan Umum 1955 yaitu menarik petani ke dalam Front Persatuan Nasional. PKI mulai melakukan propaganda propaganda dengan tema melenyapkan sisa-sisa feodalisme, kapitalisme dan anti tuan tanah. PKI ingin mewujudkan revolusi sosial di Indonesia, menjadikan masalah pertanahan dan nasib petani sebagai hal yang penting. Polarisasi yang telah dibuat PKI dalam perkembangannya menjadi konsepsi PKI dalam melakukan pertentangan kelas antara para tuan tanah dengan buruh tani. PKI melaksanakan program agraria. Desa-desa dijadikan basis dalam menyusun kekuatan yang telah runtuh maupun tempat pengawetan kekuatannya. Melalui strategi tersebut, PKI mampu bersaing dengan partai lain.
Selain pendekatan kepada golongan petani, PKI juga melakukan pendekatan kepada kaum buruh yang tertindas oleh kaum kapitalis PKI juga melakukan Propaganda dan agitasi dalam menghadapi pemilu 1955. Propaganda merupakan bagian pokok dari kehidupan Partai Komunis Indonesia. Salah satu keunggulan PKI adalah kemampuannya berkomunikasi, agitasi dan propagandanya yang sangat tinggi. Strategi Partai Komunis Indonesia menjelang pemilu 1955 dilaksanakan dengan merangkul rakyat bawah seperti petani, golongan buruh, wanita, dan elit bawah lainnya. Hal inI berhasil dilakukan terbukti dengan semakin besar jumlah pengikut PKI pada waktu menjelang pemilu 1955. Dalam kampanye-kampanyenya PKI dengan sengaja menghindari kaum elite baik tingkat nasional maupun lokal, tetapi lebih mengarahkan diri kepada tingkat akar-rumput antara lain masyarakat miskin di perkotaan, kaum muda, kalangan buruh dan petani. Propaganda yang dilakukan PKI dengan cara mengadakan kurus-kursus seperti kursus baca tulis, kursus politik yang bagi petani dianggap hal yang menarik, kegiatan kebudayaan seperti wayang, ludruk, dan sebagainya. Beberapa cara itu dipakai PKI sebagai alat propaganda dan alat penyalur ideologi partai.
Daftar Pustaka
Buku
Arbi Sanit. (2000). Badai revolusi: Sketsa kekuatan politik PKI di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Farid Wajidi. (1994). NU Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa: Pencarian Wacana Baru. Yogyakarta: LKiS.
Feith, Herbert. (1999).”The Indonesian Election of 1955”. A.b Nugroho Katjasungkana, dkk. Pemilihan Umum 1955 Di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Soegiarso Soerojo.( 1988). Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai, Jakarta: Rola Sinar Perkasa.
Subhan S.D. (1996). Langkah Merah: Gerakan PKI 1950-1955. Yogyakarta: Bentang Buana.
Tim Narasi. (2009). 100 Tokoh yang mengubah Indonesia. Jakarta: NARASI
Sumber dari Jurnal :
Baskara T. Wardaya.(2004). Membuka Kotak Pandora Pemilu 1955. Basis edisi no. 03-04 Maret-April 2004.
Rhoma Dwi Aria Yuliantri.(2009). Bibit Semai Koran Kiri Komunis di Indonesia, BASIS edisi no. 01-02 Januari-Februari 2009.
[1] Tim Narasi, 2009, 100 Tokoh yang mengubah Indonesia, Jakarta: NARASI, hlm. 62
[2] Farid Wajidi, NU Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa: Pencarian Wacana Baru, Yogyakarta: LKiS, 1994, hlm.49
[3] Rhoma Dwi Aria Yuliantri, Bibit Semai Koran Kiri Komunis di Indonesia, BASIS, Yogyakarta: Yayasan BP Basis, 2009, hlm. 15
[4] Subhan SD, Langkah Merah: Gerakan PKI 1950-1955, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1996, hlm. 47-48
[5] Arbi Sanit, Badai Revolusi sketsa kekuatan politik PKI di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 143
[6] Arbi Sanit, Badai Revolusi sketsa kekuatan politik PKI di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 143
[7] Arbi Sanit, PKI suatu Analisa Mengenai Sumber Kekuatan Politik di Djawa Tengah dan Djawa Timur Tahun 1951-1965, Djakarta: 1969, hlm. 80.
[8] Soegiarso Soerojo, Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai, Jakarta : Rola Sinar Perkasa, hlm. 68.
[9] Herbet Feith, The Election of 1955, a.b Nugroho Katjasungkana, dkk, Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, hlm. 32
[10] Ibid, hlm. 35.
[11] Baskara T. Wardana, Membuka Kotak Pandora Pemilu 1955, BASIS, Yogyakarta: Yayasan BP Basis, 2004, hlm. 10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar