MAKALAH STUDI LAPANGAN
MENYINGKAP TABIR MAKAM LELUHUR KADILANGU
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Studi Lapangan
Oleh :
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
MENYINGKAP TABIR MAKAM LELUHUR KADILANGU
A. Judul Obyek Studi Lapangan : Menyinkap Tabir Makam Para Leluhur Kadilangu
B. Lokasi Obyek Studi Lapangan : Demak
C. Waktu Pelaksanaan : Maret 2014
D. Tujuan Studi Lapangan : Melihat dan Mengamati objek sejarah secara langsung
E. Identitas Penyusun : Paulinus Yanto 121314013
Marius Sebastianus Moa 121314007
Nurmalitasari 121314009
Nani Julita 121314016
Oktavianus Hendri Prasetyo 121314028
Rebeca Tiara MM 121314032
Natalia Desi 121314041
Mengesahkan
Dosen Pembingbing Kepala Lab Pendidikan Sejarah
Drs.Y.R.Subakti,M,Pd Drs.A.K.Wiharyanto,M.M
Ketua Program Studi
Theresia Sumini,M.Pd
BAB I
PENDAHULUAN
a. LATAR BELAKANG
Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma memiliki program studi lapangan yang wajib diikuti oleh mahasiswa Pendidikan Sejarah pada tiap semester. Berkaitan dengan hal tersebut maka mahasiswa Pendidikan Sejarah semester gasal mengunjungi Situs Sejarah Makam Kadilangu. Dari hasil pengamatan, kami dapat mengetahui sejarah makam. Mulai dari tokoh siapa yang berperan sampai pada peristiwa yang mendukungnya. Makam Kadilangu sangat penting, oleh karena itu kita harus melestarikannya. Mengapa hal itu kita lakukan?karena merupakan sumber devisa negara dan merupakan situs warisan budaya nenek moyang kita. Program studi lapangan ini juga dapat membantu proses belajar kita di perkuliahan karena kita adalah dari program studi pendidikan sejarah.
b. RUMUSAN MASALAH
1) Dimanakah letak Makam berada?
2) Apakah fungsi makam yang sebenarnya?
3) Mengapa makam Kadilangu dibangun?
4) Hal apa saja yang terdapat di dalamnya?
5) Bagaimana kondisi geografis dari Makam Kadilangu?
BAB II
TINJAUAN GEOGRAFIS
A. KONDISI GEOGRAFIS MAKAM KADILANGU
Kabupaten Demak adalah salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang terletak pada 6º43'26" - 7º09'43" LS dan 110º48'47" BT dan terletak sekitar 25 km di sebelah timur Kota Semarang. Demak dilalui jalan negara (pantura) yang menghubungkan Jakarta-Semarang-Surabaya-Banyuwangi. Kabupaten Demak memiliki luas wilayah seluas ± 1.149,77 KM², yang terdiri dari daratan seluas ± 897,43 KM², dan lautan seluas ± 252,34 KM². Sedangkan kondisi tekstur tanahnya, wilayah Kabupaten Demak terdiri atas tekstur tanah halus (liat) dan tekstur tanah sedang (lempung). Dilihat dari sudut kemiringan tanah, rata-rata datar. Dengan ketinggian permukaan tanah dari permukaan air laut (sudut elevasi) wilayah Kabupaten Demak terletak mulai dari 0 M sampai dengan 100 M. Beberapa sungai yang mengalir di Demak antara lain: Kali Tuntang, Kali Buyaran, dan yang terbesar adalah Kali Serang yang membatasi Kabupaten Demak dengan Kabupaten Kudus dan Jepara. Kabupaten Demak mempunyai pantai sepanjang 34,1 Km, terbentang di 13 desa yaitu desa Sriwulan, Bedono, Timbulsloko dan Surodadi (Kecamatan Sayung), kemudian Desa Tambakbulusan Kecamatan Karangtengah, Desa Morodemak, Purworejo dan Desa Betahwalang (Kecamatan Bonang) selanjutnya Desa Wedung, Berahankulon, Berahanwetan, Wedung dan Babalan (Kecamatan Wedung). Sepanjang pantai Demak ditumbuhi vegetasi mangrove seluas sekitar 476 Ha
Tanah Kadilangu Pada Zaman Kolonial. Menurut Surat Residen Semarang No. 11338/1 tanggal. 22 Desember 1880 kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dahulu tanah kadilangu mempunyai luas meliputi 27 desa. Pada tahun 1816 waktu Pemerintahan Inggris 17 desa di Kadilangu diambil alih. Sehingga tanah di Kadilangu tinggal 10 Desa, yaitu: Kauman Kadilangu; Pampang Kadilangu; Pacol; Mandungan; Dakwos; Dukuh; Jraganan; Kahiringan; Krandon; dan Kenep. Dengan bentang luas keseluruhannya 519 7/8 bahu. Pada tahun 1843 Pangeran Wijil V mengusulkan untuk menambah Desa Kemloko dalam wilayah Kadilangu. Tetapi Residen Semarang justru mengeluarkan Surat No. 11338/1 tanggal. 22 Desember 1880 kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada intinya Residen Semarang mengusulkan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda agar tanah-tanah di Kadilangu diambil alih saja, dengan alasan ditakutkan pada masa depan akan menjadi sebuah negara kecil di dalam negara. Makam sunan kalijaga Sunan Kalijaga merupakan salah satu dari 9 wali penyebar agama islam pertama diyanah Jawa pada jaman kerajaan Demak. Makam Sunan Kalijaga terletak di Jl. R.Sahid, Kadilangu ± 1,5 km sebelah timur Kota Demak banyak dikunjungi para peziarah terutama pada malem Jum’at Kliwon.
A. KAJIAN TEORISTIS OBYEK STUDI LAPANGAN
Sejarah obyak studi
Menyadari begitu kuatnya pengaruh Hindu-Jawa saat itu, Kalijaga tidak melakukan dakwah secara frontal, melainkan toleran pada budaya lokal. Menurutnya, masyarakat akan menjauh kalau diserang pendiriannya. Dengan pola ''mengikuti sambil memengaruhi'', dia mampu mendekati masyarakatnya secara bertahap. Prinsipnya, kalau ajaran Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang. Tidak heran kalau metode Kalijaga dalam mengenalkan Islam berkesan sinkretis. Ia menggunakan seni ukir, seni suara suluk, dan gamelan sebagai sarana dakwahnya. Kalijaga pun membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang sengaja ''diislamkan''. Sunan Giri lantas menentangnya, karena wayang beber pada masa itu menampilkan gambar manusia utuh yang tidak dengan sesuai ajaran Islam. Tidak kurang akal, Kalijaga mengkreasi wayang kulit, yang bentuknya jauh dari ujud manusia utuh. Inilah ijtihadnya di bidang fikih, dalam upaya melancarkan misi dakwahnya. Baju takwa (koko) yang tren di kalangan muslim, atau perayaan sekatenan di Yogyakarta dan Solo, Garebeg Mulud, dan Layang Kalimasada disebut sebagai buah kreasi Kalijaga. Bahkan lanskap pusat kota berupa keraton, alun-alun, dengan dua beringin dan masjid, pun diyakini sebagai karyanya. Metode dakwah Kalijaga tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui dirinya. Di antaranya Adipati Kartasura, Kebumen, Banyumas, dan Pajang (sekarang Kotagede).
Sebelum wafat, Kalijaga berpesan agar jasadnya dimakamkan di atas tanah pemberian Raden Patah, yang berada di Desa Kadilangu. Di tempat itu pula, hingga saat ini tiap tanggal 10 Zulhijah, berlangsung ritual penyucian pusaka (penjamasan) peninggalan Kalijaga, antara lain Agemen Kyai Ontokusumo, Keris Kyai Crubuk, dan Keris Kyai Sirikan. Juru kunci kompleks makam Kadilangu, R Prayitno, mengungkapkan, makam Kadilangu berada di bawah pengelolaan Kasepuhan Ahli Waris Sunan Kalijaga yang dipimpin R Moh Soedioko. Kompleks makam ini ramai dikunjungi para peziarah dari berbagai kota di Tanah Air hampir setiap hari.
Yang paling ramai, tercatat pada saat upacara penjamasan peninggalan Kalijaga, yang biasa digelar menjelang peringatan Hari Idul Adha. ''Kalau pada hari biasa, makam selalu ramai didatangi para peziarah pada hari Jumat Pon, Pahing dan Kliwon. Pintu pendapa menuju makam Sunan Kalijaga akan dibuka, dan para peziarah diizinkan masuk secara bergantian untuk bersembahyang di dalam makam. Makam dibuka dari jam 8 pagi hingga tutup jam 5 sore. Kompleks makam Kadilangu terdiri atas sembilan blok yang seluruhnya berdiri 175 makam. Makam Kalijaga sendiri terletak di blok satu bersama ayah, ibunya, Dewi Arofah Retno Djumilah, dan adik perempuannya, Dewi Rosowulan. Kadilangu, yang kering dan tandus, menjadi saksi bisu kejayaan dan perjuangan Sunan Kalijaga menyebarkan syiar Islam di Tanah Jawa. Sebelah makam sunan kalijaga terdapat masjid yang dibangun oleh sunan kalijaga. Masjid Sunan Kalijaga ini berdiri di tengah-tengah masyarakat santri. Beberapa meter di sebelah timur Kompleks Makam Sunan Kalijaga dan keluarganya, di Kadilangu, Demak. Di situ terdapat madrasah dinniyah dan TPA. Sejauh ini, tidak diperoleh data akurat kapan persisnya masjid kuno ini dibangun untuk pertama kali. Namun, berdasarkan cerita mulut ke mulut, masjid itu dibangun Sunan Kalijaga pada suatu malam dan selesai malam itu juga, sebelum dilaksanakan shalat Subuh berjamaah pada tahun 1479 M. Wallahu ’alam. Yang jelas, menurut prasasti yang tersimpan di sana, masjid itu mengalami renovasi pertama kali pada 1564 M oleh Pangeran Wijil. Namun, tidak pula terlacak Pangeran Wijil keberapa di antara lima Pangeran Wijil yang tercatat dalam sejarah. Sunan Kalijaga terkenal sebagai seorang wali yang sangat merakyat, sehingga sering dijuluki sebagai muballigh keliling atau dai kelana. Tak cuma wong cilik yang suka mendengar wejangannya, kaum bangsawan dan cendekiawan pun amat simpati kepada beliau, karena caranya mensyiarkan agama Islam yang disesuaikan dengan keadaan dan zaman. Namun, terlepas dari sikap tolerannya, Sunan Kalijaga juga seorang wali yang kritis. Maka tidaklah mengherankan jika Makam Sunan Kalijaga banyak dikunjungi para peziarah untuk berdo’a (bukan ngalap berkah) dan mendekatkan diri atau mengingatkan pada kematian.
Sebelum wafat, Kalijaga berpesan agar jasadnya dimakamkan di atas tanah pemberian Raden Patah, yang berada di Desa Kadilangu. Di tempat itu pula, hingga saat ini tiap tanggal 10 Zulhijah, berlangsung ritual penyucian pusaka (penjamasan) peninggalan Kalijaga, antara lain Agemen Kyai Ontokusumo, Keris Kyai Crubuk, dan Keris Kyai Sirikan. Juru kunci kompleks makam Kadilangu, R Prayitno, mengungkapkan, makam Kadilangu berada di bawah pengelolaan Kasepuhan Ahli Waris Sunan Kalijaga yang dipimpin R Moh Soedioko. Kompleks makam ini ramai dikunjungi para peziarah dari berbagai kota di Tanah Air hampir setiap hari.
Yang paling ramai, tercatat pada saat upacara penjamasan peninggalan Kalijaga, yang biasa digelar menjelang peringatan Hari Idul Adha. ''Kalau pada hari biasa, makam selalu ramai didatangi para peziarah pada hari Jumat Pon, Pahing dan Kliwon. Pintu pendapa menuju makam Sunan Kalijaga akan dibuka, dan para peziarah diizinkan masuk secara bergantian untuk bersembahyang di dalam makam. Makam dibuka dari jam 8 pagi hingga tutup jam 5 sore. Kompleks makam Kadilangu terdiri atas sembilan blok yang seluruhnya berdiri 175 makam. Makam Kalijaga sendiri terletak di blok satu bersama ayah, ibunya, Dewi Arofah Retno Djumilah, dan adik perempuannya, Dewi Rosowulan. Kadilangu, yang kering dan tandus, menjadi saksi bisu kejayaan dan perjuangan Sunan Kalijaga menyebarkan syiar Islam di Tanah Jawa. Sebelah makam sunan kalijaga terdapat masjid yang dibangun oleh sunan kalijaga. Masjid Sunan Kalijaga ini berdiri di tengah-tengah masyarakat santri. Beberapa meter di sebelah timur Kompleks Makam Sunan Kalijaga dan keluarganya, di Kadilangu, Demak. Di situ terdapat madrasah dinniyah dan TPA. Sejauh ini, tidak diperoleh data akurat kapan persisnya masjid kuno ini dibangun untuk pertama kali. Namun, berdasarkan cerita mulut ke mulut, masjid itu dibangun Sunan Kalijaga pada suatu malam dan selesai malam itu juga, sebelum dilaksanakan shalat Subuh berjamaah pada tahun 1479 M. Wallahu ’alam. Yang jelas, menurut prasasti yang tersimpan di sana, masjid itu mengalami renovasi pertama kali pada 1564 M oleh Pangeran Wijil. Namun, tidak pula terlacak Pangeran Wijil keberapa di antara lima Pangeran Wijil yang tercatat dalam sejarah. Sunan Kalijaga terkenal sebagai seorang wali yang sangat merakyat, sehingga sering dijuluki sebagai muballigh keliling atau dai kelana. Tak cuma wong cilik yang suka mendengar wejangannya, kaum bangsawan dan cendekiawan pun amat simpati kepada beliau, karena caranya mensyiarkan agama Islam yang disesuaikan dengan keadaan dan zaman. Namun, terlepas dari sikap tolerannya, Sunan Kalijaga juga seorang wali yang kritis. Maka tidaklah mengherankan jika Makam Sunan Kalijaga banyak dikunjungi para peziarah untuk berdo’a (bukan ngalap berkah) dan mendekatkan diri atau mengingatkan pada kematian.
Perjuangan Sunan Kalijaga.
Pada saat giat-giatnya para Walisongo berjuang menyiarkan agama Islam, maka Sunan Kalijaga yang termasuk di dalamnya tidak ketinggalan untuk bangkit memperjuangkan syiar dan tegaknya agama Islam, khususnya di tanah Jawa. Beliau termasuk kalangan mereka para Wali yang masih muda, tetapi mempunyai kemampuan yang luar biasa, baik kecerdasan dan ilmu-ilmu yang dimiliki, maupun kondisi umur dan tenaga yang masih muda bila dibandingkan dengan yang lainnya. Ternyata Sunan Kalijaga didalam gerak perjuangannya tidak lepas dari penugasan khusus dan bimbingan yang diberikan para sesepuh Walisongo. Karena itu Sunan Kalijaga benar-benar membanting tulang. Tidak hanya melakukan dakwah disuatu daerah saja, melainkan hilir mudik, keluar masuk hutan dan pegunungan, siang malam terus melakukan tugasnya itu, sehingga terkenal sebagai ”Muballigh Keliling”. Beliau memberanikan diri bertabligh atau berdakwah dengan melalui pertunjukan kesenian berupa ”Wayang” lengkap dengan gamelannya. Sedangkan cerita-cerita yang ada didalam lakon pewayangannya itu diramu dengan butir-butir tuntunan agama Islam dan diselingi dengan syair-syair jawa yang mengandung ajaran agama Islam pula, sehingga rakyat yang menonton dan mendengarkan cerita wayang yang dipertunjukan Sunan Kalijaga itu tidak merasakan bahwa dirinya sudah mulai kemasukkan ajaran agama Islam. Cara-cara dakwah Sunan Kalijaga yang semacam ini diterapkan dalam perjuangannya itu lantaran adanya pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahwa rakyat dan penduduk tanah Jawa pada saat itu masih kuat dipengaruhi oleh kepercayaan agama Hindu dan Budha atau juga oleh kepercayaan warisan nenek moyang mereka dahulu, sehingga tidak mungkin begitu saja untuk dialihkan kepercayaannya. Karena itu harus pelan-pelan memasukkan ajaran agama Islam, tidak bisa melalui kekerasan.
b. Bahwa rakyat di tanah Jawa pada saat itu masih kuat di dalam memegang adat istiadat dan budaya nenek moyangnya, baik yang bersumber dari ajaran agama Hindu dan Budha, maupun kepercayaan animisme yang mereka yakini saat itu, sehingga tidak mudah meruban begitu saja terhadap adat istiadat dan budaya tersebut, tetapi Sunan Kalijaga justru membiarkan adat istiadat dan budaya tersebut tetap berjalan di tengah-tengah mereka, hanya saja sedikit demi sedikit adat istiadat dan budaya itu di masuki dengan ajaran agama Islam, baik yang menyangkut hakikat (tauhid) maupun syariah serta akhlaqul karimah. Dengan pertimbangan keadaan rakyat yang seperti itu maka Sunan Kalijaga harus berfikir untuk menemukan cara yang paling tepat dalam perjuangan mengajak mereka memeluk agama Islam, maka ditemukanlah jalan yaitu bertabligh dengan menyuguhkan ”Kesenian Wayang” yang pada saat itu sedang digemari oleh masyarakat di tanah Jawa ini. Tidak hanya cara itu saja yang ditempuh oleh Sunan Kalijaga, tetapi beliau bahkan sering bercampur-campur rakyat yang boleh dikatakan ”abangan”. Demikian menurut berita rakyat yang masih bisa diterima. Suatu saat beliau bercampur dengan orang-orang yang masih kotor perilaku terpuji, misalnya orang-orang yang suka mengadu ayam, berjudi, meminum minuman keras juga terhadap orang yang pekerjaannya mencuri dan lain sebagainya. Beliau bercampur dengan mereka itu tidak memperlihatkan ”sikap fanatik” terhadap mereka justru Sunan Kalijaga membina dan membimbing mereka secara pelan-pelan menuju jalan yang benar sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam, meskipun harus memutar otak dan membanting tulang. Mereka menjadi sadar, bahwa apa yang diperbuat semuanya itu telah merugikan dirinya dan dapat berakibat fatal terhadap rakyat banyak. Ada sementara orang yang beranggapan, bahwa karena sikap dan perilakunya Sunan Kalijaga yang terlihat ”sok campur dengan orang-orang jelek, sok campur dengan orang-orang abangan” lalu memberikan penilaian dan bahkan memberikan sebutan sebagai ”Wali Abangan”. Berdasar cerita diatas tadi, maka sebutan dan anggapan tersebut adalah ”tidak benar”, karena apa yang diperbuat oleh Sunan Kalijaga seperti itu sesungguhnya merupakan sikap menjalankan perintah dari Walisongo bukan karena sikap laku dirinya lantaran kebodohannya. Hampir seluruh masa hidup Sunan Kalijaga benar-benar dipergunakan untuk berjuang demi syiarnya agama Islam, khususnya di tanah Jawa sebagaimana para Wali yang lainnya. Akhirnya beliau wafat, sayang sampai sekarang belum ada ahli sejarah satupun yang dapat menemukan tahun wafatnya. Bahkan juga kelahiran beliau hanya ada berita dari rakyat yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga wafat setelah berumur panjang sekali, sehingga pada masa hidupnya dapat mengalami masa kekuasaan 3 kerajaan, yaitu :
Pertama : masa kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Pertama : masa kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Kedua : masa kekuasaan Kerajaan Demak.
Ketiga : masa kekuasaan Kerajaan Pajang. Sampai sekarang hanya bisa diketahui makamnya, yaitu di desa ”Kadilangu” kabupaten Demak, kurang lebih 2 km dari Masjid Agung Demak.
Jasa-jasa Sunan Kalijaga Sunan Kalijaga termasuk salah seorang dari kalangan Walisongo yang tergolong muda saat itu, lagi pula paling berat tugasnya maka apabila sejarah perjuangan beliau diteliti, sesungguhnya tidak sedikit jasa-jasanya. Antara lain ialah :
Jasa-jasa Sunan Kalijaga Sunan Kalijaga termasuk salah seorang dari kalangan Walisongo yang tergolong muda saat itu, lagi pula paling berat tugasnya maka apabila sejarah perjuangan beliau diteliti, sesungguhnya tidak sedikit jasa-jasanya. Antara lain ialah :
a. Bidang Strategi Perjuangan
Seperti diketahui bahwa Walisongo didalam menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa ini tidak begitu saja melangkah, melainkan mereka menggunakan cara-cara dan jalan (taktik dan strategi) yang diperhitungkan benar-benar, memakai pertimbangan yang masak, tidak ngawur sehingga agama Islam disampaikan kepada rakyat dapat diterima dengan mudah dan penuh kesabaran, bukan karena terpaksa. Sunan Kalijaga didalam menyebarkan ajaran Islam benar-benar memahami dan mengetahui keadaan rakyat yang masih kebal dipengaruhi kepercayaan agama Hindu Budha dan gemar menampilkan budaya-budaya Jawa yang berbau kepercayaan itu, maka bertindaklah beliau sesuai dengan keadaan yang demikian itu, sehingga taktik dan strategi perjuangan beliau disesuaikan pula dengan keadaan, ruang dan waktu. Berhubung pada waktu itu sedikit para pemeluk agama Siwa Budha yang fanatik terhadap ajaran agamanya, maka akan berbahaya sekali apabila dalam mengembangkan agama Islam selanjutnya tidak dilakukan dengan cara bijaksana dan melaui jalan pendekatan yang mudah ditempuh. Para Wali termasuk Sunan Kalijag mengetahui bahwa rakyat dari kerajaan Majapahit masih lekat sekali dengan kesenian dan kebudayaan mereka, misalnya gemar terhadap gamelan dan keramaian-keramaian yang bersifat keagamaan siwa Budha. Setelah para Walisongo mengadakan musyawarah bersama, maka telah ditemukan suatu cara yang tepat sekali untuk mengIslamkan mereka. Cara tersebut yang menemukan adalah Sunan Kalijaga salah seorang yang terkenal berjiwa besar, berpandangan jauh kedepan, berfikir tajam dan kritis dan yang lebih menarik justru beliau berasal dari suku jawa asli lagi pula ahli seni, sehingga beliau paham terhadap seni-seni Jawa dan gamelan serta gending-gending.
b. Bidang Kesenian
Sunan Kalijaga ternyata mampu menciptakan kesenian dengan berbagai bentuknya. Maksud utama kesenian itu diciptakan adalah sebagai alat dalam bertabligh mengelilingi berbagai daerah, ternyata malah mempunyai nilai sejarah yang berharga bagi bangsa Indonesia. Kesenian yang diciptakan Sunan Kalijaga tersebut berupa ”Wayang” lengkap dengan gamelannya. Bahkan Sunan Kalijaga pernah memesan kepada orang yang ahli membuat gamelan, yaitu pesan supaya dibuatkan ”Serancak gamelan” yang kemudian diberi nama gamelan ”Kyai Sekati”. Dan masih banyak yang diciptakan Sunan Kalijaga dibidang seni termasuk seni lukis dan lain sebagainya. Dari sinilah Sunan Kalijaga kemudian terkenal dikalangan masyarkat Jawa sampai sekarang sebagai seorang ahli seni. Di lain pihak Sunan Kalijagajuga menciptakan karangan cerita-cerita pewayangan yang kemudian dikumpulkan dalam kitab-kitab cerita wayang dan sampai sekarang masih ada. Cerita-cerita itu masih berbentuk ceriat menurut kepercayaan jawa dengan corak kebudayaannya yang ada, tetapi sudah dimasuki unsur-unsur ajaran Islam sebanyak mungkin. Cara itu dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Karena adanya pertimbangan, bahwa rakyat pada saat itu masih tebal kepercayaannya Hindu Budha-nya.
Sebab-sebab itulah yang mendorong Sunan Kalijaga harus memutar otak dan membanting tulang sebagai salah seorang mubaligh untuk mengatur siasat dan menempuh jalan yang tepat, yakni mengawinkan ajaran Islam dengan kebiasaan dan kebudayaanmereka sebagaimana yang ditempuh pula para Wali yang lainnya. Satu hal yang patut dicatat, menurt komentar rakyat, bahwa Sunan Kalijaga disamping sebagai mubaligh keliling kesana-kemari menyampaikan dakwahnya, ternyata beliau masih sempat pula mengarang cerita-cerita wayang terutama yang menagandung nilai filosofis dan berjiwa Islam, termasuk seni suara denagn bentuk syi-ir-syi-irnya yang mengandung Tauhid kepada Allah SWT.
c. Bidang lain-lain
Disamping jasa-jasa beliau tersebut tadi, maka masih ada jasanya yang lain, seperti pendirian Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga tidak ketinggalan ikut serta membangun masjid bersejarah itu. Malah ada hasil karya beliau yang sangat terkenal sampai sekarang yaitu ”Soko Tatal” artinya tiang pokok dalam Masjid Agung Demak yang terbuat dari potongan-potongan kayu jati, lalu disatukan dalam bentuk tiang bulat berdiameter kurang lebih 70cm ini yang membuat adalah Sunan Kalijaga. Makam Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga wafat dan dimakamkan di desa “Kadilangu” Demak. Menurut cerita rakyat menyatakan, Sunan Kalijaga bertempat di desa Kadilangu ini dimungkinkan karena pertimbangan supaya dekat dengan Demak sebagai pusat pemerintahan Islam saat itu. Dengan demikian memudahkan beliau mengadakan kontak dengan pusat pemerintahan. Sampai akhir hayatnya beliau berada di desa Kadilangu dan dimakamkan di desa ini juga. Setiap hari makam beliau banyak dikunjungi orang yang kebanyakan bertujuan ziarah makamnya, meskipun kadang-kadang ada juga yang datang hanya ingin tahu makam pembuat sejarah penting di tanah Jawa ini. Pada hari-hari tertentu makam Sunan Kalijaga ramai, banyak orang berziarah, terutama hari Ahad, Kamis dan Jum’at. Bahkan lebih ramai lagi pada hari kamis malam jum’at kliwon, baik yang tua maupun yang muda. Terlihat pada waktu mereka berziarah di makamnya, ada yang membaca surat yaa-siin, ada yang membaca Tahlil dan ada yang terus melakukan riyadlah beberapa hari di makam tersebut. Biasanya pada tanggal 10 Dzul-hijjah, makam Sunan Kalijaga juga ramai dikunjungi orang, karena ingin melihat atau mengikuti upacara penjamasan benda-benda pusaka terutama yang berupa “Kelambi Kyai Gondil”, sebagian tutur rakyat bukan saja Kelambi Gondil yang disucikan, tetapi juga “Kelambi Onto Kusumo” juga.
Manfaat cerita rakyat Makam Sunan Kalijaga bagi masyarakat Kadilangu dan Sekitarnya.
Memberikan informasi, pengajaran, hiburan, dan memberikan pengetahuan kepada khalayak agar mengetahui sejarah peninggalan pada zaman dahulu khususnya Makam Sunan Kalijaga.
Persepsi masyarakat tentang cerita rakyat Makam Sunan Kalijaga. Dalam cerita rakyat Makam Sunan Kalijaga terdapat salah satu benda peninggalan beliau yaitu, 2 buah Gentong. Gentong tersebut dulunya digunakan untuk wudhu dan airnya diambil langsung dari sungai kadilangu. Karena itulah sampai saat ini banyak orang yang datang berziarah meminta berkah yaitu untuk diminum juga berwudhu. Mereka percaya bahwa air tersebut dapat membuat kita pintar dan selalu sehat. Percaya atau tidak terserah pada diri kita masing-masing. Tuhan menciptakan benda-benda di alam ini pasti ada manfaatnya bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai Cerita Rakyat ”Makam Sunan Kalijaga”.
Memberikan informasi, pengajaran, hiburan, dan memberikan pengetahuan kepada khalayak agar mengetahui sejarah peninggalan pada zaman dahulu khususnya Makam Sunan Kalijaga.
Persepsi masyarakat tentang cerita rakyat Makam Sunan Kalijaga. Dalam cerita rakyat Makam Sunan Kalijaga terdapat salah satu benda peninggalan beliau yaitu, 2 buah Gentong. Gentong tersebut dulunya digunakan untuk wudhu dan airnya diambil langsung dari sungai kadilangu. Karena itulah sampai saat ini banyak orang yang datang berziarah meminta berkah yaitu untuk diminum juga berwudhu. Mereka percaya bahwa air tersebut dapat membuat kita pintar dan selalu sehat. Percaya atau tidak terserah pada diri kita masing-masing. Tuhan menciptakan benda-benda di alam ini pasti ada manfaatnya bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai Cerita Rakyat ”Makam Sunan Kalijaga”.
Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut memiliki 4 nilai yaitu :
Nilai Keagamaan: Upaya penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga di daerah Demak dan sekitarnya.
Nilai Keagamaan: Upaya penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga di daerah Demak dan sekitarnya.
Nilai Budaya : Sunan Kalijaga menyebarkan agama islam dengan Gendhing-gendhing Jawa Gamelan.
Nilai Kepahlawanan: Saat Sunan Kalijaga menggarap masyarakat di daerah-daerah pedalaman yang kondisinya sangat rawan.
Nilai Sosial: Sunan Kalijaga adalah orang yang gemar merakyat
Temuan-Temuan Lapangan
Sikap Penduduk Terhadap Obyek Lapangan
Penduduk sekitar masih sangat mensucikan situs ini sebagai bentuk penghormatan terhadap roh para penyebar agama Islam di pulau Jawa. Terbukti masih terlihat banyak masyarakat sekitar maupun luar kota yang mengunjungi untuk mendoakan arwah para leluhur. Masyarakat begitu menghormati makam para sunan yang sudah berjasa dalam hal mnyebarkan agama Islam khususnya di Pulau Jawa.
Manfaat makam ini Bagi Warga Sekitar
a. Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi keberadaan makam ini jelas sangat membantu penghidupan warga. Banyak warga yang memanfaatkan obyek ini dengan berjualan di sekitar obyek, menjajakan dagangan dengan berkeliling, menjual foto dan tentu saja souvenir. Banyak juga warga yang menyewakan rumah mereka bagi para wisatawan yang ingin menginap.
b. Bidang Religi
Daam bidang keagamaan makam digunakan sebagai tempat ibadah dan untuk mendoakan para petinggi di pulau Jawa.
c. Pendidikan
Jika dilihat dari segi pendidikan, keberadaan makam ini sangat membantu dalam bidang pendidikan. Terutama bagi mereka yang mendalami bidang sejarah dan kebudayaan. Makam ini bisa digunakan sebgai sumber belajar. Banyak yang bisa dipelajari. Misalnya sejarah berdirinya, fungsi makami dan juga mempelajari cerita yang ada.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Menyadari begitu kuatnya pengaruh Hindu-Jawa saat itu, Kalijaga tidak melakukan dakwah secara frontal, melainkan toleran pada budaya lokal. Menurutnya, masyarakat akan menjauh kalau diserang pendiriannya. Dengan pola ''mengikuti sambil memengaruhi'', dia mampu mendekati masyarakatnya secara bertahap. Prinsipnya, kalau ajaran Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang. Tidak heran kalau metode Kalijaga dalam mengenalkan Islam berkesan sinkretis. Ia menggunakan seni ukir, seni suara suluk, dan gamelan sebagai sarana dakwahnya. Kalijaga pun membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang sengaja ''diislamkan''. Sunan Giri lantas menentangnya, karena wayang beber pada masa itu menampilkan gambar manusia utuh yang tidak dengan sesuai ajaran Islam. Tidak kurang akal, Kalijaga mengkreasi wayang kulit, yang bentuknya jauh dari ujud manusia utuh. Inilah ijtihadnya di bidang fikih, dalam upaya melancarkan misi dakwahnya. Baju takwa (koko) yang tren di kalangan muslim, atau perayaan sekatenan di Yogyakarta dan Solo, Garebeg Mulud, dan Layang Kalimasada disebut sebagai buah kreasi Kalijaga. Bahkan lanskap pusat kota berupa keraton, alun-alun, dengan dua beringin dan masjid, pun diyakini sebagai karyanya. Metode dakwah Kalijaga tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui dirinya
Lampiran
DAFTAR PUSTAKA
P.J.Zoetmuler,1983, kalangwan. Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan
Prof.Dr.R.M.Ng. Poerbatjaraka, 1953,perpustakaan jawi.Djakarta:Djambatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar